Wednesday, January 27, 2021

Merancang karya seni budaya nusantara: Rancangan Karya Seni Lukis

Kreasi seni budaya Nusantara dihasilkan oleh serangkaian proses yang cukup panjang. Kreasi seni budaya Nusantara juga harus melalui proses perancangan sebelum terwujud dalam bentuk seni yang konkret. Untuk menghasilkan suatu kreasi dan karya seni, berikut adalah beberapa bentuk rancangan karya yang dapat ditempuh.

Dalam merancang kreasi karya seni lukis, terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan, yakni sebagai berikut.

a. Memilih alat dan bahan

Pembuatan karya seni Illkis dimulai dengan pemilihan matevial berupa alat dan bahan. Umumnya karya seni lukis dibııat menggunakan dua elemen, yakni cat dan media seperti kertas atau gambar. Jenis cat yang banyak digunakan untuk nıelukis di antaranya cat air cat minyak dan cat akrilik. Cat air adalah jenis cat dengan pigmen sangat lembut yang cocok untuk digunakan melukis pada bidang berupa kertas. Cat air memiliki sifat transparan. Cat minyak adalah jenis cat yang pigmen warnanya dapat diencerkan dengan terpenting. Cat minyak sangat cocok digunakan untuk pembuatan lukisan yang mengutamakan detail serta jangkauan gradasi warna yang lebih lebar dan awet. Ciri khas dari cat minyak adalah memiliki aroma yang menyengat dan membutuhkan waktu lama untuk kering. Sementara itu, cat akrilik adalah jenis cat yang pigmen warnanya lebih beşar dari cat air memiliki daya tutup permukaan yang cukup luas, dan bersifat transparan. Ciri khas dari cat akrilik adalah memiliki aroma yang tidak menyengat, cepat kering, dan membutuhkan benda-benda pendukung, seperti gel pengilap dan varnish pengilap untuk menampilkan kesan kilap.

Pada umumnyaı media gambar yang banyak digunakan oleh pelukis adalah kanvas, yakni kain tenunan dengan daya cengkeram dan daya serap yang kuat, serta bersifat antiretak. Kain tenun yang digunakan sebagai kanvas umumnya telah dilapisi dengan plamir atau cat dinding antibocor. Pelapisan cairan antibocor pada kanvas disesuaikan dengan jenis kanvasnya. Semakin halus tekstur kanvas, semakin sedikit pula pelapisan yang dilakukan. Kanvas merupakan media yang tepat untuk melukis menggunakan cat minyak dan cat akrilik.

Sementara itu, media gambar Iain yang seiring digunakan adalah kertas. Kertas yang digunakan untuk melukis tentu memiliki ketebalan berbeda dengan kertas yang digunakan untuk menulis. Pemilihan kertas untuk melukis juga didasarkan pada gaya melukis yang hendak diterapkan. Contohnya, jika ingin membuat lukisan bergaya realis, jenis kertas yang cocok digunakan adalah kertas bertekstur halus. Sementara itu, kertas bertekstur kasar sangat cocok untuk digunakan dalam pembuatan lukisan bergaya abstrak. Jenis cat yang sangat cocok digunakan untuk media kertas adalah cat air.

Selain cat dan media gambar, terdapat beberapa alat pendukung Iainnya dalam penciptaan karya lukis, seperti palet, kuas, pisau palet, ember, dan alat tulis.

1) Kuas merupakan alat yang digunakan untuk menyapukan cat ke atas permukaan media gambar.

Bentuk kuas cat air cenderung lebih halus dibandingkan kuas cat minyak ataupun akrilik. Bagian ujung bulu kuas ada yang datar, bundar, ataupun meruncing. Biasanya, bulu pada kuas menggunakan serat buatan dan rambut hewan musang.

2) Palet merupakan alat untuk mencampurkan aneka warna cat yang akan digunakan untuk melukis. Palet cat minyak memilikj permukaan datar dan luas, sedangkan permukaan palet cat air memiliki lubang-lubang yang cekung.

3) Pisau palet merupakan alat yang berfungsi sama dengan kuas, yakni menempelkan cat pada permukaan kanvas. Bedanya, pisau palet lebih sering digunakan untuk menempelkan cat yang lebih tebal.

4) Ember berisi air digunakan untuk mencuci dan membersihkan ujung kuas yang digunakan untuk melukis.

5) Alat tulis, seperti pensil, penggaris, dan penghapus, digunakan untuk membuat sketsa lukisan sebelum dituangkan ke dałam kanvas.

 

 

Sumber: a. www.pxhere.com, b. www.maxpixel.net

Gambar 1 0.3 (a) cat minyak dan (b) cat akrilik biasa digunakan untuk melukis di kanvas

Gambar 10.4 Contoh alat pendukung dalam pembuatan lukisan, seperti (a) palet, (b) kuas, serta (c) cat dan ember.

Kreativitas dalam menciptakan karya seni lukis juga dapat diterapkan dalam pemilihan alat dan bahan yang tidak biasa. Contohnya, selain kanvas dan kertas, masih banyak media lain yang dapat digunakan untuk melukis, seperti papan, keramik, hingga tembok bangunan. Alat yang dipergunakan pun bervariasi, seperti cat semprot (pylox), air brush, hingga kosmetik seperti lipstik. Pemilihan alat dan bahan tergantung pada jenis lukisan apa yang hendak dihasilkan oleh seniman.


b. Memilih teknik melukis

Meskipun setiap pelukis memiliki gaya tersendiri dalam menciptakan suatu karya, umumnya teknik yang digunakan tetap sama. Dalam penciptaan karya lukis, terdapat beberapa teknik melukis yang sering digunakan dan bergantung pada jenis cat yang digunakan. Berikut adalah teknik yang sering digunakan pada pembuatan lukisan cat air.

1) Teknik flat washes, yakni teknik menyapukan kuas cat ke kertas agar memperoleh hasil sapuan yang rata.

2) Teknik graded washes, yakni teknik membuat tingkatan warna pada kanvas untuk menggambarkan kesan jauh dan dekat.


3) Teknik variegated washes, yakni teknik menyapukan kuas untuk menghasilkan warna-warna yang berbeda dan akan menyatu ketika disapukan pada kertas.

4) Teknik broken wash, yakni teknik sapuan kuas yang bertujuan untuk menghasilkan jejak warna dan sapuan kasar.

5) Teknik sapuan kuas kering, yakni teknik menyapukan kuas ke media gambar dengan sapuan yang mendetail.

6) Teknik blocking in, yakni teknik mengeblok sebuah bidang secara merata menggunakan kuas.

7) Teknik overlajd glazing, yakni teknik untuk menghasilkan kesan warna yang saling bertumpuk.

8) Teknik spattering, yakni teknik mengetuk-ngetukkan kuas yang penuh dengan cat pada jari sehingga butiran dan bercak çat jatuh pada media gambar.


Sementara itu, teknik yang sering digunakan pada pembuatan lukisan cat minyak ataupun cat akrilik adalah sebagai berikut.

1) Teknik konvensional, atau teknik umum, yakni menggoreskan warna cat ke atas permukaan media gambar menggunakan kuas.

2) Teknik impasto, yakni teknik membubuhkan cat pada kanvas secara tebal. Pencampuran warna pada teknik ini dapat dilakukan di atas palet ataupun kanvas. Teknik ini akan menciptakan tekstur sangat kuat ketika cat mengering. Teknik ini sangat cocok untuk melukis dengan gaya impresionistik atau ekspresionistik.

3) Teknik spontan, yakni teknik menyapukan kuas ke atas kanvas secara cepat dan tidak menggunakan perhitungan tertentu. Teknik ini banyak digunakan pada pembuatan lukisan abstrak dan ekspresionistik. Teknik ini bersifat intuitif sehingga menghasilkan efek dramatik, dinamis, dan ekspresif.

4) Teknik plakat, yakni teknik yang digunakan untuk menghasilkan jejak-jejak goresan kuat pada kanvas.

5) Teknik transparan, yakni teknik yang dilakukan dengan menggunakan cat yang teksturnya lebih cair agar menghasilkan kesan tipis saat disapukan pada kanvas.

 

Sumber: dokumentasi penulis

Gambar 10.5 Pembuatan lukisan cat minyak dengan teknik spontan.


c. Membuat lukisan

Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa tahap perancangan karya seni meliputi tahap eksplorasi, perancangan, dan perwujudan. Tahapantahapan tersebut juga dilakukan pada pembuatan lukisan. Meskipun demikian, ada beberapa jenis lukisan yang tidak melalui tahap-tahap tersebut, misalnya lukisan bergaya abstrak dan ekspresionistik Yang ticlak melalui tahap perancangan. Perhatikan skema berikut,

 

Gambar 10.6 Gambar Skema Proses Melukis

Dalam pembuatan lukisan, seniman harus melakukan eksplorasi terlebih dahulu untuk menentukan ide, gagasan, dan tema yang akan diangkat dalam bentuk lukisan, Tahap selanjutnya adalah menentukan gaya lukisan yang hendak diterapkan: apakah bergaya abstrak, realistik, impresionistik, atau gaya lainnya? Selanjutnya, tentukan jenis media yang akan digunakan untuk membuat lukisan. Setelah itu, buatlah sketsa atau rancangan kasar dari lukisan yang hendak dibuat. Jika lukisan yang akan dibuat bergaya abstrak atau ekspresionistik, pembuatan sketsa atau rancangan tidak diperlukan.

Untuk lebih memahami tentang langkah pembuatan lukisan, simaklah contoh pembuatan lukisan bergaya realistik dengan media kanvas dan cat minyak berikut.

1) Buatlah sebuah sketsa pemandangan dengan memperhatikan perspektif.

2) Ambillah beberapa tube cat dan tuangkan pada palet. Jangan mengambil terlalu banyak warna. Warna yang terbatas akan menghasilkan efek keserasian.

3) Sapukan warna-warna terang pada bidang-bidang sketsa secara tipis dan merata dengan terpentin yang cukup dan kuas agak leban

4) Sapukan warna-warna yang lebih tua pada subjek gambar untuk mendapatkan karakteristik, volume, tekstur, dan efek pencahayaan yang tepat.

5) Sapukan warna-warna pada detail lukisan agar subjek pemandangan menjadi lebih realistik. Kuas yang digunakan harus lebih kering, sedangkan cat yang digunakan agak tebal untuk menimbulkan jejak yang jelas dan kuat.

6) Lakukan tahap finishing atau penyelesaian dengan memberikan varnish pada lukisan. Pemberian varnish akan menjadikan lukisan lebih tahan lama dan tidak mudah terkena debu.




Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Merancang karya seni budaya nusantara: Rancangan Karya Seni Teater


Pelaksanaan pertunjukan teater sangat memerlukan perencanaan yang matang. Penyebabnya adalah pertunjukan teater merupakan bentuk seni yang kompleks dan memerlukan kerja sama banyak pihak untuk mewujudkannya. Selain itu, banyak elemen pendukung lain yang diperlukan untuk mewujudkan suatu karya teater yang berkesan, baik bagi penonton maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya. Untuk mewujudkan sebuah pertunjukan teater, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, yakni sebagai berikut.

a. Pembuatan dan pemilihan naskah

Sebuah pertunjukan teater bermula dari keberadaan naskah drama. Naskah drama dapat dimaknai sebagai naskah yang berisi dialog dan keterangan adegan yang membangun alur cerita. Naskah drama sendiri merupakan nyawa dari pertunjukan teater. Tanpa keberadaan naskah, para pemeran akan kesulitan untuk memahami alur cerita, adegan, dan penokohan dari setiap karakter yang mereka perankan.

Naskah drama terbagi menjadi tiga jenis, yakni drama tragis, drama komedi, dan drama tragikomedi. Drama tragis adalah drama yang alur kisahnya mengeksplorasi Sisi kehidupan manusia yang sering kali berujung pada kemalangan atau kesedihan. Drama komedi adalah drama hiburan yang dibuat dengan tujuan untuk menertawakan kehidupan manusia. Sementara itu, drama tragikomedi adalah drama yang menggabungkan karakteristik drama tragis dan drama komedi. Drama jenis ini juga dikenal sebagai black comedy.

Dalam rancangan pertunjukan teater, sutradara dan para anggota yang terlibat di dalamnya harus terlebih dahulu menentukan jenis teater apa yang akan diangkat, baru kemudian menentukan naskah drama. Jika hendak menampilkan teater tradisional, cerita yang dipilih dapat berupa cerita rakyat atau cerita yang mencirikan suatu daerah dan kebudayaan tertentu. Jika hendak menampilkan teater kontemporer, cerita yang dipilih dapat berupa penggambaran realitas kehidupan sehari-hari yang dituturkan dalam tiga pilihan gaya: tragis, komedi, atau tragikomedie Teater kontemporer juga dapat menampilkan kisah berupa cerita rakyat yang dimodifikasi.

Dalam pemilihan dan penentuan naskah drama, sutradara dapat menyesuaikan dengan selera dan kondisi masyarakat. Contohnya, sutradara dapat memilih naskah drama komedi, seperti Dokter Gadungan karya Moliere, atau naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. Kedua naskah tersebut merupakan contoh naskah drama yang kisahnya telah dikenal luas dan disukai oleh masyarakat sehingga pertunjukan yang mengangkat kedua naskah tersebut umumnya akan menarik perhatian.

b. Pemilihan sutradara dan kru

Selain pemain, sutradara dan kru adalah elemen Iain yang menentukan terselenggaranya suatu pertunjukan, Sutradara sendiri memegang peranan yang sangat vital, yakni mewujudkan naskah drama ke dalam bentuk pertunjukan teater. Sutradara bekerja sama dengan pemimpin produksi yang bertugas memastikan segala elemen pendukung pertunjukan berjalan sesuai dengan perencanaan. Pemimpin produksi membawahi berbagai divisi, seperti divisi tata panggung, musik, cahaya, tata rias dan kostum, konsumsi, transportasi, serta sponsorship. Setiap divisi memiliki kru yang bertugas sesuai bidang masing-masing. Divisi tata panggung bertugas membuat serta menyediakan properti dan dekorasi latar panggung. Divisi tata cahaya bertanggung jawab atas pengelolaan lampu dan pencahayaan yang digunakan dalam pertunjukan. Divisi tata musik bertanggung jawab memilih tagu, pemusik, dan alat musik yang digunakan untuk memperkuat latar suasana dalam pertunjukan. Divisi tata rias dan kostum bertanggung jawab atas semua kostum dan tata rias yang dikenakan pemain dalam pertunjukan. Divisi konsumsi bertugas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para pemain, sutradara, dan kru. Divisi transportasi bertugas menyediakan transportasi yang akan digunakan untuk kebutuhan pertunjukan. Sementara itu, divisi sponsorship bertanggung jawab mencari sponsor yang akan menjadi sumber dana terselenggaranya pertunjukan.

  

Sumber: shutterstock.com

Gambar 10.9 (a) Divisi tata ahaya sedang mengecek lampu dan (b) divisi tata musik sedang mengatur

suara,

c. Pemilihan pemain

Setelah menentukan naskah, sutradara, dan kru, tahap selanjutnya adalah menentukan pemain berdasarkan karakter dan tokoh yang ada pada naskah, Pemilihan pemain harus disesuaikan benar dengan karakter yang hendak diperankan, terlebih bagi karakter-karakter dengan kondisi fisik tertentu. Contohnya, pada pertunjukan teater yang mengangkat kisah Pandawa Lima, tokoh Bima sebaiknya diperankan oleh pemain yang bertubuh besar dan gagah karena tokoh Bima dikisahkan sebagai ksatria bertubuh besar dan gagah.

Pemilihan pemain tidak hanya didasarkan pada kesamaan Ciri fisik dengan tokoh yang hendak diperankan, tetapi juga keterampilan dalam menguasai Ciri khas dari tokoh. Contohnya, pemain berusia muda dapat memerankan tokoh nenek tua jika ia dapat menguasai gestur tubuh, cara bersuara, cara berbicara, cara berjalan, dan cara bertingkah laku layaknya nenek-nenek. Keterampilan dalam membawakan suatu tokoh melalui eksplorasi gerak tubuh dan suara merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang pemain.

Oleh karena itu, dalam memilih pemain yang akan terlibat dalam suatu pertunjukan, sutradara harus memahami betul kemampuan yang dimiliki oleh setiap pemain. Semakin sulit karakter tokoh yang hendak diperankan, semakin baik pula keterampilan si pemain. Tokoh yang umumnya memiliki tingkat kesulitan tertentu saat diperankan adalah tokoh utama dan tokoh antagonis. Sementara itu, tokoh pendamping atau tokoh selingan juga memiliki tingkat kesulitan, tetapi tidak setinggi kesulitan memerankan tokoh utama ataupun tokoh antagonis.

Oleh karena itu, dalam memilih pemain yang akan terlibat dalam suatu pertunjukan, sutradara harus memahami betul kemampuan yang dimiliki oleh setiap pemain. Semakin sulit karakter tokoh yang hendak diperankan, semakin baik pula keterampilan si pemain. Tokoh yang umumnya memiliki tingkat kesulitan tertentu saat diperankan adalah tokoh utama dan tokoh antagonis. Sementara itu, tokoh pendamping atau tokoh selingan juga memiliki tingkat kesulitan, tetapi tidak setinggi kesulitan memerankan tokoh utama ataupun tokoh antagonis.

d. Pemilihan lokasi

Suatu pertunjukan teater memerlukan lokasi yang tepat untuk mementaskannya. Ada teater yang digelar di atas panggung besar di dalam gedung kesenian, ada pula teater sederhana yang digelar di panggung terbuka yang  berukuran tidak terlalu besar. Semuanya disesuaikan dengan jenis teater yang hendak diusung.

Pemilihan tempat menjadi penting dalam pertunjukan teater karena akan berpengaruh pada aspek lainnya, seperti tata panggung dan tata cahaya. Contohnya, tata cahaya pada pertunjukan teater yang digelar di panggung terbuka akan lebih rumit dibandingkan tata cahaya pada panggung tertutup/di dalam ruangan. Panggung terbuka juga tidak memungkinkan adanya dekorasi yang terlalu ramai. Pasalnya, panggung terbuka lebih terekspos dengan gejala alam, seperti cahaya matahari dan angin.

Pemilihan tempat juga berpengaruh pada jumlah pemain dan kru yang terlibat di dalam pertunjukan. Panggung yang kecil akan mempersempit ruang gerak dan menyebabkan terbatasnya jumlah pemain yang dapat berada di atas panggung dalam waktu yang bersamaan. Selain itu, pertunjukan teater yang digelar di dalam ruangan yang tidak terlalu besar akan menyebabkan terbatasnya jumlah pemusik pengiring pertunjukan ataupun jumlah penonton.

    

Sumber: shutterstock.com

Gambar10.10 Pertunjukkan teater dapat dilakukan di (a) panggung besar dalam ruangan atau (b) panggung terbuka.

Agar pertunjukan berjalan lancar, pastikan bahwa jenis pertunjukan telah sesuai dengan lokasi yang dipilih. Jika hendak menampilkan teater kolosal, teater musikal, ataupun teater tradisional yang memerlukan banyak pemain, grup musik pengiring, serta tata cahaya dan tata panggung yang prima, pilihlah lokasi pertunjukan berupa gedung kesenian atau auditorium besar. Di Jakarta, contoh gedung kesenian yang menyediakan fasilitas berupa panggung yang besar, tata cahaya dan tata suara yang prima, serta bangku penonton berkapasitas besar adalah Gedung Kesenian Jakarta. Jika pertunjukan teater yang ditampilkan adalah teater kontemporer yang tidak memerlukan tata panggung atau tata cahaya berlebihan, panggung terbuka dapat dipilih.

e. Penentuan sumber pendanaan

Suatu pertunjukan, baik pertunjukan tari maupun teater, tidak akan terlaksana tanpa dana. Sumber dana diperlukan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari menggaji kru dan pemain, menyewa tempat pertunjukan, alat musik, lampu, kabel, dan peralatan sound system, membeli alat tata rias, hingga menyewa kostum. Dengan banyaknya kebutuhan, tentunya dana yang diperlukan untuk menggelar pertunjukan tidaklah sedikit.

Untuk menggelar pertunjukan berskala besar, umumnya pihak panitia pertunjukan akan mengajukan permohonan sponsor kepada berbagai pihak, baik pihak pribadi maupun organisasi. Permohonan sponsor dapat dilakukan dengan membuat proposal sponsor. Proposal sponsor harus memuat beberapa hal, mulai dari latar belakang keberadaan pertunjukan, nama kru, panitia, dan pemain yang terlibat di dalamnya, detail kebutuhan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pertunjukan, nominal uang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dan ditutup dengan permohonan agar pihak yang dikirimi proposal bersedia menjadi sponsor pertunjukan. Sponsor yang diperoleh tidak hanya berupa uang, tetapi juga barang-barang kebutuhan pertunjukan. Contohnya, jika panitia mengajukan permohonan sponsor pada perusahaan kosmetik, perusahaan kosmetik tersebut dapat memberikan bantuan sponsor berupa uang ataupun produk kosmetik yang dapat digunakan untuk merias pemain.

Pertunjukan teater dengan skala besar juga dapat meminta sponsor dari lembaga-lembaga resmi, terutama pada lembaga yang berfokus pada pengembangan kesenian, kebudayaan, dan pariwisata. Terlebih jika pertunjukan teater yang diusung banyak memasukkan unsur kebudayaan. Melalui sponsor ini, terdapat keuntungan bagi kedua belah pihak. Bagi pihak panitia pertunjukan, mendapatkan sponsor dari lembaga resmi tidak hanya membawa sumber dana, tetapi juga membantu dalam mempromosikan pertunjukan mereka kepada masyarakat luas. Sementara itu, bagi lembaga pemberi sponsor, pertunjukan tersebut juga membawa Citra baik kepada masyarakat, terutama Citra sebagai salah satu agen pelestari kebudayaan.

Sementara itu, untuk pertunjukan teater berskala kecil, sumber dana dapat berupa sumber dana pribadi. Sumber dana pribadi tidak hanya berasal dari kantong setiap panitia pertunjukan, tetapi juga dari usaha yang dilakukan oleh panitia. Contohnya, panitia dapat menggalang dana dengan membuat bazaar, membuat pentas musik, atau terlibat dalam kegiatan Iain yang memberikan imbalan berupa uang.

f. Tata panggung, tata cahaya, dan tata musik

Tata panggung, tata cahaya, dan tata musik merupakan tiga hal yang sangat esensial dalam pertunjukan dan saling berkaitan satu sama Iain. Meskipun bekerja dengan cara berbeda, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni samasama memperkuat kesan latar yang diperoleh dari suatu pertunjukan. Tata panggung yang terdiri atas dekorasi dan properti akan memperkuat latar tempat dan latar suasana di atas panggung. Tata cahaya akan memperkuat latar waktu dan latar suasana. Sementara itu, tata musik berperan besar dalam menguatkan latar suasana dan interaksi pemain di atas panggung.

 

Sumber: id.wikipedia.org

Gambar 10.1 1 Tata panggung, tata cahaya, tata kostum, dan tata rias dalam pertunjukan wayang orang.

Tata panggung, tata cahaya, dan tata musik disesuaikan dengan cerita yang dibawakan dan lokasi pementasan. Contohnya, jika pertunjukan teater yang dibawakan mengusung kisah Mahabharata, tata panggung dapat dibuat menyerupai latar kerajaan atau medan perang, tata cahaya dibuat dramatis dengan penggunaan lampu gelap dan terang, dan tata musik dibuat dengan nuansa etnik, salah satunya dengan menggunakan alat musik etnik seperti gamelan. Sementara itu, untuk pertunjukan teater kontemporer, tata panggung cenderung sederhana, serta lebih menitikberatkan pada tata cahaya dan tata musik.

g. Pemilihan kostum dan tata rias

Tokoh yang terdapat dalam suatu pertunjukan tidak akan hidup tanpa pemilihan kostum dan tata rias yang sesuai. Dengan tata kostum dan tata rias yang sesuai, pemain dapat menampilkan karakteristik tokoh secara meyakinkan, meskipun dalam kondisi biasa pemain tersebut memiliki ciri fisik dan sifat yang bertolak belakang dengan tokoh yang ia perankan. Tata kostum dan tata rias yang sesuai juga akan menarik perhatian penonton untuk terus menikmati pertunjukan.

Kostum dan tata rias pada pertunjukan teater, baik teater tradisional maupun kontemporer, memiliki ciri khas tersendiri. Kostum pemain pada pertunjukan teater tradisional cenderung memasukkan unsur-unsur budaya dari setiap daerah asal teater yang bersangkutan. Contohnya adalah kostum pemain lenong yang menggunakan baju jawara khas Betawi atau kostum pemain ketoprak yang menggunakan kain batik atau blangkon khas Jawa. Tata rias yang digunakan juga disesuaikan juga disesuaikan dengan jenis cerita yang ditunjukkan. Contohnya, pada pertunjukan lenong dan ludruk yang kisahnya diambil dari kehidupan sehari-hari, tata rias yang digunakan adalah tata rias yang natural dan tidak berlebihan. Sementara itu, pada pertunjukan wayang orang, tata rias dibuat   sangat mendetail dan mewakili karakter yang diperankan. Contohnya, tata rias untuk karakter antagonis adalah cat merah untuk mewarnai wajah, rias mata untuk menampilkan kesan garang, serta penggunaan kumis dan cambang untuk menampilkan kesan menakutkan. Kostum yang digunakan juga lebih kompleks, yakni menampilkan banyak ornamen dan aksesori, seperti gelang, kalung, hiasan lengan, hiasan telinga, hingga keris dan anak panah.

Untuk pertunjukan teater kontemporer, tata rias dan tata kostum umumnya tidak serumit tata rias dan tata kostum pada pertunjukan teater tradisional. Kostum dan tata rias pada pertunjukan teater kontemporer Iebih sederhana dan bersifat simbolis. Simbolisme dalam tata kostum dapat berupa penggunaan busana yang mewakili profesi, busana yang mewakili karakter yang mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari, atau busana berupa lilitan kain. Tata rias dibuat natural atau menyerupai peran yang dibawakan. Contohnya, karakter tokoh nenek tua dapat dibawakan dengan kostum kebaya dan kain batik, tongkat, kacamata, dan rambut palsu berwarna kelabu. Tata rias untuk karakter ini berfokus pada rias mata serta area sekitar dahi dan bibir.




Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Merancang Karya Seni Budaya Nusantara: Rancangan Karya Seni Tari


Membuat karya tari bagi banyak orang terasa ‘menakutkan'. Ketakutan itu, antara lain merasa bahwa karya tari akan dinilai tidak bagus atau akan ditertawakan. Padahal, jika dicoba terlebih dahulu, bisa saja akan menghasilkan sebuah karya tari yang bagus dan disukai banyak orang. Pertanyaan yang sering muncul saat membuat tarian adalah mana yang harus ditentukan terlebih dahulu, gerakan, judul, atau justru tema tarian? Tema tarian biasanya sudah ditentukan oleh pihak penyelenggara. Tema yang digunakan contohnya tentang flora dan fauna, aktivitas sehari-hari, atau bebas.

Oleh karena itu, agar dapat membuat karya tari, beberapa hal perlu dirancang dan dipersiapkan dengan baik. Hal-hal tersebut, antara lain sebagai berikut.

a. Menentukan tema dan jenis sajian

Untuk mempersiapkan pergelaran tingkat sekolah, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan apa yang akan dipergelarkan. Tentukan terlebih dahulu apakah akan mempergelarkan tarian yang sudah ada atau harus membuat tarian baru? Jika akan mempergelarkan tarian yang sudah ada, beberapa hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.

1 ) Menentukan jenis/ judul tarian yang akan dipentaskan.

2) Menentukan bentuk tarian yang akan dipentaskan (solo/tari tunggalı duet, trio, kelompok, atau massal), jumlah penarij dan siapa yang akan membawakan tarian.

3) Menentukan jumlah tarian yang akan dipentaskan.

4) Menentukan nama-nama penari dan tarian yang akan dipentaskan, beserta penanggung jawab tiap materi yang akan dipentaskan.

5) Menentukan jadwal dan tempat latihan (berkoordinasi dengan bagian Iain untuk pengaturan jadwal per tari dan jadwal latihan gabungan).

6) Menentukan tempat penyewaan kostum.

 

Sumber, commons.wikimedia.org

Gambar 10.7 Tari merak, salah satu contoh karya tari yang banyak dibawakan dalam pertunjukan tari.

Jika akan mementaskan tarian dengan koreografi yang baru, tentukan siapa yang akan menjadi koreografen Langkah berikutnya adalah menyusun kepanitiaan, staf produksi, dan siapa saja yang terlibat dalam pementasan. Setelah panitia terbentuk, barulah mengadakan pertemuan untuk menentukan segala sesuatunya (materi pementasan, personal yang terlibat, dan penanggung jawab) pada pertemuan pertama setelah kepanitiaan/staf produksi terbentuk.

Mementaskan karya baru memerlukan waktu persiapan lebih lama dan lebih rumit dibandingkan mementaskan karya yang sudah ada. Pada saat merancang karya, banyak pertanyaan yang harus dijawab, antara lain sebagai berikut.

1 ) Konsep tarian yang akan digunakan apakah konsep Barat yang global, konsep Timur yang detail, atau justru menggabungkan keduanya?

2) Jenis tari yang akan dibuat, apakah tarian yang akan dibuat untuk laki-laki saja, untuk perempuan saja, campuran, atau justru tarian netral yang dapat dibawakan, baik oleh penari laki-laki maupun penari perempuan, dengan perbedaan pada volume gerak dan lebarnya bukaan kaki?

3) Bentuk penyajian tari, apakah tari tunggal, tari berpasangan, tari kelompok, ataukah massal/kolosal?

4) Genre tarif apakah tari klasik, kreasi baru, kontemporer, atau modern?

5) Tema dari gerak tari, apakah imitatif, heroik, romantik, atau drama tari?

6) Iringan musik, apakah musik etnik, tradisional, kontemporer, modern, alternatif, atau justru tanpa bunyi?

7) Properti atau perlengkapan tari yang akan digunakan, apakah bersifat feminin, seperti kipas, selendang, dan payung; bersifat maskulin, seperti keris, tombak, dan panah; atau bersifat netral, seperti caping dan tongkat pendek?


b. Memilih penari

Langkah selanjutnya adalah menentukan siapa penari dan peran yang akan dibawakan sesuai dengan kemampuan dan kepantasan. Artinya, pemilihan peran disesuaikan dengan tuntutan peran. Jika untuk pementasan komersial atau untuk lomba/festival, pemilihan penari dapat dilakukan melalui audisi. Namun jika untuk keperluan ujian kompetensi, pemilihan penari dapat menyesuaikan kebutuhan. Selain itu, untuk tarian yang berat, harus mencari penari yang juga memiliki fisik relatif kuat dan sehat.


c. Memilih penata musik

Penata musik nantinya perlu mengadakan diskusi dengan penata tari untuk menentukan jenis musik iringan tari yang akan digunakan. Musik iringan tari dapat dilakukan melalui proses edit menggunakan musik pengiring yang sudah ada atau membuat musik pengiring baru. Musik pengiring dengan proses edit tentunya akan lebih sedikit mengeluarkan biaya dibandingkan merekam untuk pembuatan musik pengiring baru.

Musik pengiring dengan proses edit dilakukan dengan memotong dan menyambungkan musik yang sudah ada untuk dijadikan sebuah musik pengiring baru. Meskipun demikian, hal tersebut bukan berarti mudah. Penata musik harus memiliki keahlian khusus untuk memilih lagu yang sesuai dengan tari yang akan dipentaskan.

Sementara itu, musik pengiring harus ditentukan dengan latihan bersama antara penari dan pemusik sebelum melakukan proses perekaman. Perekaman musik pengiring juga harus dilakukan di studio yang memadai agar kualitas rekaman bagus. Ketika rekaman sudah selesai, langkah berikutnya adalah menyatukan gerak dengan musik iringan. Penata tari memadukan gerak dengan iringan yang sudah jadi, artinya harus bersikap kompromis. Penata tari harus siap berkompromi dengan adanya 'kesalahan' saat rekaman, hingga kadang ada yang harus berubah. Perubahan bisa terjadi pada gerak, ritme, tempo, durasi, bahkan kadang ada gerak yang harus dibuat lagi, atau malah dibuang.


d. Memilih penata busana dan rias

Penata busana dibutuhkan untuk menyiapkan kostum dengan membuat kostum baru atau memadupadankan kostum yang sudah ada. Sementara itu, penata rias diperlukan untuk melakukan riasan, termasuk tata rambut yang sesuai agar penari terlihat bagus saat melakukan pementasan.

 

Sumber: id.wikipedia.org

Gambar 10.8 Tata rias dan kostum dalam pertunjukan tari jaipong.

e. Eksplorasi gerak

Membuat karya tari tidak sesulit yang dibayangkan. Hal mendasar yang harus dapat dipenuhi untuk membuat karya tari adalah mau memulai. Memulai membuat karya tari memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Bagong Kussudiardja, salah seorang koreografer yang sudah menciptakan ratusan tari, menyarankan bahwa yang perlu dan penting dilakukan dalam membuat karya tari adalah bergerak dulu. Tidak usah terlalu mementingkan teori, yang penting bergerak. Pembuatan karya tari dapat juga dimulai dengan mempraktikkan gerak yang sudah dikuasai, lalu dikembangkan atau diubah menjadi gerak baru. Setelah itu, carikan atau buat musik pengiring yang cocok, sehingga jadilah sebuah tarian.

Dalam membuat karya tari, buang jauh-jauh rasa takut karena tidak ada istilah betul dan salah atau indah dan tidak indah dalam karya tari. Membuat gerak adalah wilayah 'bebas nilai' karena masuk dalam wilayah kreativitas. Saat akan membuat tarian, kebebasan berkreasi yang tidak dibatasi dan diikat dengan berbagai aturan sangat diperlukan. Jadi, jauhkan pikiran dari berbagai ketakutan bahwa karya tari akan dianggap jelek atau ditertawakan. Untuk membuat gerak tari yang lebih leluasa tanpa aturan, perlu diperhatikan juga eksplorasi anggota gerak yang akan ditampilkan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adatah sebagai berikut.

1) Melakukan eksplorasi gerak tangan dengan merentangkan tangan ke samping, julurkan ke depan, buka-tutup, naik-turun, gerakkan telapak ke luar dan ke dalam, gerakkan jari-jari, dan cari kemungkinan gerak sebanyak-banyaknya. Putar bahu, tekuk lurus tangan. Padukan gerak lengan bahu dan telapak serta jari-jari. Coba berkali-kali sampai menemukan bentuk, pose, atau gerak yang disukai

2) Melakukan eksplorasi gerak kaki dengan mengangkat kaki, menekuk, memutar badan, kemudian meletakkan kaki atau melakukan tumpuan pada lutut. Ganti dengan kaki lainnya. Langkahkan kaki dengan berbagai cara dan ritme. Lakukan beberapa kati. sampai menemukan bentuk dan gerak yang unik

3) Melakukan eksplorasi gerak tubuh dengan melakukan liukan, mendhak yang ekstrem, nglayang, merundukŕ atau mayuk, Cobalah melakukan gerak dan pose yang  unik Padukan dengan gerak tangan dan kepala. Bawa berpindah tempat dengan melangkah, kemudian kembali ke tempat semula.

4) Kombinasikan temuan dari eksplorasi gerak tangan dan kaki, cobalah dengan berbagai tempo dan ritme yang berbeda-beda sampai menemukan pengulangan yang enak. Diulangi kiri dan kanan, lalu gerak tangan di tempat saja, gerak tangan sambil berjalan, berlari, melompat, berguling, trisig, atau kengser.

5) Carilah musik pengiring, misalnya musik etnik, boleh dari dalam negeri atau pun mancanegara. Ambil bagian-bagian yang menarik, sambung dengan yang lain, jangan lupa untuk tetap mencantumkan komposernya. Jadi, sangat mungkin terdapat beberapa judul lagu untuk sebuah tarian.

6) Sambungkan gerak-gerak yang sudah ditemukan, padukan dengan musik etnik yang sudah ditemukan, lalu edit dengan rapi.




Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Bentuk-bentuk Kreasi Seni Budaya Nusantara


Seni budaya Nusantara sangatlah beragam. Banyaknya ragam seni dan budaya Nusantara juga membuka banyak peluang munculnya proses modifikasi. Proses modifikasi seni dan budaya merupakan bentuk kreasi. Bentuk-bentuk kreasi seni dan budaya Nusantara terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari seni rupa, seni tari, seni musik, hingga seni pertunjukan.

1. Seni Rupa

Dalam bidang seni rupa, bentuk kreasi terwujud dalam berbagai bentuk, baik bentuk seni rupa dua dimensi maupun seni rupa tiga dimensi. Dalam bentuk seni rupa dua dimensi, kreasi seni budaya tampak melalui perkembangan seni grafis dan desain. Contohnya, banyak elemen-elemen kebudayaan tradisional, seperti motif batik dan tenun Nusantara, yang digunakan dalam desain produk dan kemasan. Contoh Iainnya adalah desain kebaya karya desainer Anne Avantie yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga tampak elegan dan modern, tetapi tetap mengusung pakem-pakem kebaya, seperti bentuknya yang harus mengikuti bentuk tubuh pemakainya. Selain seni grafis dan desain, kreasi seni rupa dua dimensi juga tampak melalui perkembangan dunia animasi dan sinematografi di Indonesia. Sementara itu, bentuk seni rupa tiga dimensi, kreasi seni budaya tampak melalui berbagai bentuk instalasi patung, dan desain arsitektur yang mewakili budaya Nusantara.

 

Sumber: Shutterstock.com

Gambar 10.1 Desain busana karya Anne Avantie yang menggabungkan pakem kebaya dengan pakem busana modern.

2. Seni Tari

Dalam bidang seni tari, bentuk kreasi terwujud melalui bentuk-bentuk karya modifikasi tari tradisional. Bentuk modifikasi tari dilakukan dengan banyak cara, seperti menggabungkan elemen dari berbagai tarian tradisional menjadi kesatuan tarian baru, mengubah tempo dan durasi tarian, atau menggabungkan elemen tarian tradisional dengan elemen tari kontemporer. Contoh kreasi tari dilakukan oleh Sanggar Ayodya Pala yang menghasilkan beberapa tarian modifikasi, seperti tari godeg ayu, goyang amprog, japin fitroh, dan saman.

3. Seni Musik

Dalam bidang seni musik, kreasi seni budaya Nusantara terlahir sebagai bentuk eksplorasi terhadap unsur-unsur musik, seperti lagu, nada, dan alat musik tradisional. Bentuk-bentuk kreasi seni musik Nusantara sangat beragam, mulai dari aransemen ulang lagu daerah dan lagu nasional, penggunaan alat musik tradisional dalam lagu-lagu modern, hingga penciptaan musik fusion yang menggabungkan musik tradisional dan musik modern. Selain itu, dilakukan pula eksplorasi terhadap jenis aliran musik Nusantara yang telah ada sebelumnya. Contohnya adalah musik dangdut yang kini diperkaya dengan nuansa pop dan elektronik atau musik campur sari yang diperkaya dengan nuansa dangdut.

4. Seni Pertunjukan

Dalam bidang seni pertunjukan, kreasi budaya Nusantara ditunjukkan dengan keberadaan teater-teater kontemporer yang mengangkat Ciri khas teater tradisional. Contohnya, di televisi Saat ini banyak bermunculan program acara komedi yang dengan Ciri khas teater tradisional, seperti lenong, ketoprak, dan wayang orang yang dikemas dengan nuansa modern.

 

Gambar 10.2 Matah Ati, kreasi seni pertunjukan yang menggabungkan seni peran, tari, musiki dan visual.

Contoh Iainnya adalah keberadaan pertunjukan drama kolosal yang menggabungkan berbagai unsur seni, mulai dari Visual, gerak dan tari, peran, serta musik. Contoh pertunjukan kolosal seperti ini dapat ditemukan pada pertunjukan bertajuk Matah Ati yang digelar pada 2012 silam. 




Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Pengertian Kreasi



Dalam pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa seni dan budaya memiliki sifat dinamis. Sifat dinamis memungkinkan karya seni dan budaya untuk terus berubah dan berkembang seiring perkembangan zaman dan kondisi masyarakat. Selain itu, kreativitas dan daya cipta yang dimiliki seniman dalam dirinya akan turut berkembang. Kreativitas seniman juga dipengaruhi oleh pengaruh dari luar, seperti perkembangan zaman dan perubahan kondisi masyarakat yang akan memunculkan berbagai bentuk kreasi seni dan budaya baru.

Secara etimologiı kata kreasi berasal kata dalam bahasa Inggris, yakni creation, yang bermakna segala tindakan untuk mewujudkan sesuatu yang bersifat abstrak, seperti ide, pemikiran, dan gagasanı ke dalam bentuk yang konkret". Sementara ituı dalam Kamus Beşar Bahasa Indonesia (KBBI), kreasi dimaknai dalam dua pengertianı yakni "hasil daya cipta; hasil daya khayal" dan "ciptaan buah pikiran atau kecerdasan akal manusia". Kegiatan berkreasi juga dapat dimaknai sebagai kegiatan mencipta.

Pada awalnya, konsep kreasi atau penciptaan banyak dikaitkan dengan sisi religius. Terlebih setiap agama memiliki penjelasan tersendiri mengenai proses penciptaan. Proses kreasi dan penciptaan juga lebih umum dikaitkan dengan penciptaan alam semesta dan segala isinya. Prinsip kreasi dan penciptaan dalam konteks religius juga banyak dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mitos.

Kreasi merupakan salah satu dari tiga prinsip seni. Prinsip seni sendiri terdiri atas ekspresil kreasi, dan bentuk seni. Ekspresi manusia yang terlahir sebagai bentuk penggabungan antara ide dalam diri manusia dan pengaruh luar harus diwujudkan dalam suatu bentuk karya seni. Kreasi dalam dunia seni berfokus pada proses penciptaan bentuk-bentuk karya seni sebagai hasil dari ekspresi. Sementara itu, bentuk seni merupakan hasil dari kreasi manusia.

 Di masa kinil kreasi dalam bidang seni dan budaya tidak hanya berfungsi untuk menampilkan ekspresi dalam bentuk yang konkret, tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas. Tujuan lain tersebut, di antaranya menjaga dan melestarikan bentuk seni budaya yang telah ada sebelumnya, mengenalkan bentuk seni budaya kepada generasi muda, serta mengeksplorasi potensipotensi yang ada dalam seni budaya.

Dalam menghasilkan kreasi seni budaya, seorang seniman harus memahami benar elemen dan unsur asli dari seni dan budaya yang hendak dikreasikan. Selain itu, seniman juga harus jeli dalam melihat perkembangan zaman dan kondisi masyarakat saat ini. Hal tersebut merupakan bekal untuk menciptakan bentuk kreasi seni yang tidak hanya menyiratkan ciri khas yang tak lekang dimakan zaman, tetapi juga sesuai dengan selera masyarakat.



Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Monday, January 11, 2021

Contoh Resensi Sederhana pada Karya Seni Lukis


Kecenderungan pemilihan objek dalam karya-karya seni lukis Mooi Indie umumnya berupa pemandangan alamı begitu pula dengan kecenderungan pemilihan objek lukisan dalam karyakarya Wakidi yang didominasi oleh lukisan-lukisan pemandangan alam.

Lukisan karya Wakidi yang bertajuk Ngarai Sianok menggambarkan pemandangan lembah atau ngarai bernama Ngarai Sianok yang ada di Sumatra Barat. Pada lukisan inil Wakidi berupaya menggambarkan daerah persawahan yang diapit oleh barisan pegunungan yang tinggi. Terdapat pula tebing-tebing yang curam dan hutan belantara yang memagari wilayah pertanian tersebut. Penggunaan teknik gelap-terang yang terhitung rapi dan seimbang tergambar dengan jelas dalam lukisan tersebut. Teknik ini tampak melalui ruang tengah yang menjadi pusat dari gambar yang mendapatkan pencahayaan terang dan harmonisasi warna yang sesuai dengan situasi alam sesungguhnya, Hal yang berbeda diterapkan pada bagian tepi lukisan, yakni sebelah kiri dan kanan bidang lukisan cenderung digarap dengan lebih gelap. Dengan demikian, bagian tengah karya terasa mendominasi bidang gambar tersebut dan menjadi fokus utama.

 

Gambar 9.5 Lukisan Ngarai Sianok karya Wakidi

Berdasarkan segi penggarapan detail, bentuk lukisan karya Wakidi tersebut terbilang teliti. Hal tersebut terlihat melalui penggambaran bidang dari jarak yang cukup jauh. Petakan-petakan sawah pada bagian bawah kanvas, jalur aliran sungai, batang-batang pohon di ujung sebelah kanan bawah, kontur tebing yang terkena siraman cahaya dan goresan pada bagian awan yang terasa seolah-olah menggumpal. Selain itu, penggunaan teknik perspektif dalam lukisan tersebut terbilang cukup baik Hal tersebut terwakili dari kombinasi warna yang mengindikasikan kedalaman ruang dan sudut pandang yang dirasa mulai mengerucut.

Resan suram juga sedikit terasa pada karya tersebut. Pemitihan warna yang cenderung terasa senada, pewarnaan awan yang pekat seolah-olah mendung, dan proses pewarnaan kesełuruhan yang terasa agak sedikit kecokelatan menjadi tampâlan yang mengindikasikan kesan tersebut. Selain itu, metalul penggambaran sudut arah cahaya matahari dan pewatnaan yang cenderung agak cokelat kekuningan, pemilihan waktu penggambaran ini diduga adalah sore hari.


Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.


Tahapan dalam Resensi Seni

Karya seni rupa baik dua dimensi maupun tiga dimensi, memiliki bentuk (form) dan isi (content). Kedua aspek pada karya seni tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penyebabnya adalah aspek bentuk merupakan unsur fisik suatu karya seni, sementara isi merupakan unsur nonfisiknya. Menurut Sumardjo (2000), keterkaitan antara bentuk dan isi yang 'ada pada sebuah karya seni rupa akan memunculkan sebuah nilai, yang disebut dengan nilai estetis.

Sementara itu, Edmund Burke Feldman (1967) menyatakan bahwa untuk dapat mengetahui kualitas estetis sebuah karya, diperlukan empat tahapan, yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi, dan evaluasi. Tahapan resensi seni bersifat  prosedural, berurutan, dan tidak bisa dilakukan secara bolak-  balik.

1. Deskripsi

Deskripsi adalah suatu penggambaran atau pelukisan subject matter karya seni rupa melalui kata-kata, Penjelasan terhadap apa saja yang tampak secara visual diharapkan dapat membangun bayangan atau citra bagi pembaca deskripsi tersebut mengenai karya seni yang disajikan. Uraian deskripsi biasanya ditulis sesuai keadaan yang sesungguhnya, sembari berusaha menelusuri gagasan, tema, teknis, media, dan cara pengungkapannya.

Deskripsi bukan dimaksudkan untuk menggantikan karya itu tetapi sebagai penjelasan mengenai gambaran visual seta citra yang ditampilkan secara jetas dan gamblang. Pada tahapan ini penilaian atau keputusan mengenai karya seni dapat dan ditangguhkan terlebih dahulu karena kritik harus mendahulukan penjelasan-penjelasan dasar berupa suatu gambaran yang lengkap. Contoh aspek yang perlu diuraikan dalam deskripsi, di antaranya judut, ukuran, tahun pembuatan, nama seniman, waktu dan tempat pembuatan karya bahan, teknik, dan alat yang  digunakan, perbentukan subject matter, serta unsur-unsur rupa.

2. Analisis Formal

Proses ini dapat dimulai dengan cara menganalisis objek secara keseluruhan mengenai kualitas unsur-unsur visuaL Selanjutnya, objek dianalisis bagian per bagian, seperti menjelaskan tata cara pengorganisasian unsur-unsur elementer kesenirupaan, di antaranya kualitas garis, bidang, warna, dan tekstur. Analisis juga dilakukan terhadap komposisi karya secara keseluruhan, seperti masalah keseimbangan, irama, pusat perhatian, kontras, dan kesatuan. Setelah itu, analisis dilanjutkan dan pada ihwal gagasan atau konstruksi subject matter sehingga tata cara proses perwujudan karya beserta urutannya dapat dianalisis.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan hal-hal yang terdapat di balik sebuah karya untuk mengungkap makna, pesan, atau nilai yang dikandungnya. Interpretasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan dan penghayatan terhadap karya secara saksama, baik secara deskriptif maupun analisis bentuknya. Setiap penafsiran dapat mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan pernyataan di balik struktur bentuk, misalnya unsur psikologis pencipta, latar belakang sosial budaya, gagasan, abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, kepercayaan, dan pengalaman tertentu senimannya. Interpretasi yang tepat diperlukan dalam rangka penilaian kritis. Interpretasi yang baik diperlukan untuk memakami pengetahuan kultural terhadap karya.

Berikut adalah prinsip-prinsip penafsiran yang dikemukan oleh Terry Barret.

a. Penafsiran adalah argumen yang bersifat persuasif.

b. Rasa atau feeling adalah pedoman bagi penafsiran.

c. Tafsir-tafsir atas suatu karya seni bisa saja berlainan karena didasarkan atas pandangan hidup yang menafsirkan.

d. Tafsir yang baik harus memiliki kesesuaian, koherensi, dan korespondesi dengan tahapan deskrispsi dan analisis formal yang telah dilakukan sebelumnya.

e. Tafsir suatu karya seni tidak harus sama dengan pernyataan seniman.

f. Tafsir tidak dapat menyatakan kebenaran secara mutlak, melainkan hanya mendekati kebenaran akan makna suatu karya seni.

4. Kesimpulan atau Menilai Karya Seni

Sebuah penilaian yang baik harus didasarkan atas deskripsi/ analisis formal, dan interpretasi sebuah karya seni dengan data Visual ataupun penjelasan-penjelasan tambahan dari seniman. Penilaian dalam kritik seni umumnya menggunakan angka, seperti nilai 100 untuk hasil yang sempurna tanpa kesalahan, rentang angka 85-90 dianggap baik, rentang 70-84 dianggap cukupı dan rentang 55-69 dikategorikan kurang. Penilaian kritik seni juga bukan dengan huruf A untuk hasil yang sangat baikı B untuk hasil yang baik, C untuk hasil yang cukup, D untuk hasil yang kurangı dan E untuk hasil yang tidak lulus.

Penilaian terhadap karya seni dapat dilihat pada tingkat keberhasilan karya tersebut dalam menyampaikan pesan sesuai dengan keinginan penciptanya dan bentuknya yang indah. Aspek penilaian juga sangat memperhatikan gaya perseorangan, tema, kreativitas, dan teknik mewujudkan karya. Penilaian terhadap karya seni juga perlu menggunakan acuan-acuan tambahan sebagai komparasi atau perbandingan atas kualitas nilai sebuah karya. Contohnya adalah karya seni zaman sekarang tidak boleh dibandingkan dengan karya sebelumnya.



Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Kriteria dalam Melakukan Resensi

Terry Barrett menyederhanakan kriteria penilaian dalam melakukan resensi karya seni menjadi empat kriteria, yaitu realisme, ekspresionisme, formalisme, dan instrumentalisme. Pengelompokan tersebut hanya bertujuan untuk memudahkan penilaian karya seni berdasarkan salah satu aspek tertentu saja. Penyebabnya adalah karya seni terkadang memiliki keunggulankeunggulan yang bersifat ganda sehingga ketika hanya dinilai berdasarkan salah satu keunggulan, terkadang hasilnya kurang dapat memuaskan pengamat atau masyarakat. Oleh karena itu, pengelompokan tersebut dapat diperluas dan dipertajam sesuai perkembangan seni dan hal yang dibutuhkan dari penilai seni. Pilihan kriteria tersebut sebaiknya digunakan secara lebih bijaksana agar karya seni tersebut menjadi lebih hidup, dinamis, dan memperkaya khazanah wacana seni itu sendiri.

1. Kriteria Realisme

Pada kriteria realisme, karya seni dianggap baik secara estetis jika mampu menggambarkan alam semesta dengan keberagamannya secara akurat atau tepat. Pandangan ini telah berlangsung sejak lama, yaitu sejak zaman Yunani Kuno. Seperti pandangan mimesis, karya seni dianggap sebagai cerminan, refleksi, dan imitasi kebenaran yang sudah ada di dunia. Keindahan semacam ini lebih mencerminkan adanya sifat objektivitas yang ukuran-ukuran kriterianya sama untuk semua orang. Tingkat kemiripan antara objek yang digambar dan objek yang dituangkan dalam gambar dan dapat diamati secara kasat mata adalah aspek yang digunakan sebagai dasar resensi.

2. Kriteria Formalisme

Resensi dengan kriteria formalisme lebih mendasarkan kualitas nilai pada penyusunan unsur-unsur rupa dałam sebuah karya pada sebuah komposisi yang indah semata, tanpa mengaitkan dengan simbolisme. Sebuah karya seni dianggap bermutu apabila karya tersebut lahir hanya demi seni iłu sendiri. Form atau wujud adalah satu-satunya kriteria untuk menilai karya seni. Kaum formalis berpendapat bahwa nilai estetis bersifat otonom dan tak terikat dengan nilai-nilai lain, seperti agama, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Seni tak berurusan sama sekali dengan moralitas, agama, politik, atau wilayah aktivitas manusia apa pun. Sering kali kriteria ini sangat relevan dałam mengulas karya abstrak.

3. Kriteria Ekspresionisme

Resensi dengan kriteri ekspresionisme berpandangan bahwa karya seni memiliki kualitas keindahan jika ungkapan visual karya lebih memancarkan nilai-nilai ekspresi dan emosi yang kuat serta jelas dari seniman atau penciptanya. Oleh karena iłu, keindahan tidak terletak pada bentuk yang realis atau memiliki akurasi ketepatan yang tinggi terhadap alam. Orang yang melakukan resensi dengan kriteria ini harus memiliki kepekaan atau sensibilitas yang kuat untuk bisa menilai kualitas karya. Kehidupan batin para seniman dan perasaan-perasaan mereka tentang pengalaman-pengalaman kehidupan sosial, pribadi, POIitik, dan budaya dipandang sebagai sumber-sumber potensial bagi karya mereka.

 

Gambar 9.3 Sebuah lukisan dapat dinilai berdasarkan berbagai kriteria, seperti lukisan Candi Borobudur yang dapat dinilai dengan kriteria ekspresionisme yang menonjol meskipun terkandung nilai instrumentalisme atau religius.


4. Kriteria Instrumentalisme

Resensi dengan kriteria pandangan instrumcntalisme adalah penilaian kualitas karya berdasarkan tingkat pengaruh scbuah karya seni dalam memengaruhi publik agar bertindak sesuai dengan nilai-nilai makna yang terkandung dalam sebuah karya. Hal tersebut sejalan dengan ajaran Tolstoy yang menyatakan bahwa hakikat seni harus memengaruhi tingkah laku manusia. Seni adalah suatu kekuatan yang harus mengedepankan tingkah laku estetis yang tinggi sehingga publik berkehidupan yang lebih baik. Dalam sejarah pemerintahan kemerdekaan, seni sering digunakan sebagai pembakar semangat perjuangan dalam melawan penjajah.

5. Kriteria Craftmanship

Penilaian seni juga dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat craftsmanship atau penguasaan teknik dan keterampilan. Semakin rumit tingkat pembuatan sebuah karya seni dan semakin sempurna teknik prodüksi yang digunakan, nilai dan kualitas karya tersebut akan semakin tinggi. Hal-hal yang sangat rumit, kecil, dan mendetail dapat membuat seseorang kagum karena terkesan unik dan sangat langka. Banyak sekali kerajinan di Indonesia yang dibuat dan dikerjakan dengan teknik yang sangat rumit dan detail. Contohnya, berbagai prodük seni ukir Jepara menjadi sangat mahal harganya karena memiliki bentuk ukiran yang sangat indah dan detailj serta memiliki permukaan yang halus dan lembut. Contoh lainnya adalah berbagai kerajina n batik dari berbagai wilayah di Indonesia yang menjadi sangat bernilai karena dibuat dengan teknik manual dan prodüksi yang cukup panjang.

Gambar 9.4 Kriteria Craftmanship dapat digunakan untuk menilai suatu karya, seperti a) lukisan dan lampu gantung yang menghiasi suatu ruangan dan b) kain batik yang dibuat secara manual



Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Tipe Resensi Seni

 secara umum, terdapat empat tipe resensi seni, yakni tipe resensi jurnalistik, tipe resensi pedagogik, tipe resensi ilmiah, dan tipe resensi populer. Berikut adalah penjelasannya.

1. Tipe Resensi Jurnalistik

Dalam resensi jenis ini, hasil penilaian terhadap karya disampaikan melalui media massa, seperti koran dan majalah. Cara seperti ini biasa dilakukan ketika ada kegiatan pameran atau pagelaran dan hasil wawancara dari kritikus dimuat di koran atau majalah. Jenis resensi ini ulasannya singkat, tidak mendalam, tetapi padat. Kewajiban seseorang yang melakukan resensi atau kritikus adalah memuaskan rasa ingin tahu para pembaca.

 

Gambar 9.2 Wawancara terhadap seorang kritikus seni dalam suatu pameran.

2. Tipe Resensi Pedagogik

Resensi jenis ini umumnya dipakai di kalangan akademisi, misalnya antara guru dan murid atau antara dosen dan mahasiswa seni rupa. Resensi atau penilaian yang dilakukan oleh pendidik terhadap hasil karya anak didiknya bersifat mendidik dengan tujuan meningkatkan kematangan teknik dan estetis para siswa atau mahasiswa. Ulasan yang disampaikan luwes, tidak keras, tetapi mendorong semangat siswa/mahasiswa untuk bekerja dan belajar demi meningkatkan prestasinya.

3. Tipe Resensi Ilmiah

Resensi ilmiah adalah ulasan nilai sebuah karya seni yang dilakukan melalui analisis ilmiah dan mendalam. Resensi jenis ini juga dilengkapi dengan data-data lengkap serta hasil evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

4. Tipe Resensi Populer

Resensi populer adalah resensi yang dilakukan secara spontan oleh para kritikus, pengamat, bahkan masyarakat setelah melihat sebuah karya seni tanpa sistematika tertentu. Oleh karena itu, hasil resensinya pun bisa berbeda-beda, kurang mendalam, bersifat spontan, dan tergantung sudut pandang orang yang melakukannya. Resensi populer ini biasanya juga mudah terlaksana saat melakukan diskusi dalam kehidupan sehari-hari.



Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.


Tujuan Resensi Seni

Resensi seni bertujuan pokok memahami seni agar mendapatkan kenikmatan estetis. Karya seni dapat berupa artefak atau hasil ciptaan manusia yang memiliki dimensi permukaan dan memiliki dimensi substansi. Dalam dunia ini, sebenarnya terdapat tiga aspek kehidupan seni, yaitu aktivitas berkreasi karya seni, aktivitas penghayatan, dan aktivitas kritik seni. Ketiga aktivitas tersebut tidak bisa saling dipisahkan. Melalui ketiga aspek tersebut, terlihat bahwa tujuan resensi seni meliputi beberapa hal, di antaranya:

1 . memahami karya seni;

2. ingin menemukan suatu cara untuk mengetahui latar belakang penciptaan suatu karya seni;

3. memahami pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat karya seni;

4. mampu menyatakan baik dan buruknya sebuah karya secara komprehensif;

5. menyediakan informasi dan pemahaman yang berkaitan dengan mutu karya seni;

6. serta menumbuhkan apresiasi dan tanggapan terhadap karya seni bagi para penikmat karya seni yang bersangkutan.

Gambar 9.1 Melalui resensi seni, seseorang dapat memaknai pesan yang terkandung dalam suatu karya, seperti lukisan berjudul Menu Hari Ketujuh karya Sapto Sugiyo.


Manfaat Resensi Seni

Secara garis besar, resensi seni memiliki dua manfaat. Manfaat pertama adalah sebagai jembatan atau mediator antara pencipta dan penikmat karya seni serta antara karya seni itu sendiri dengan penikmatnya. Manfaat ini menjadi penting karena tidak semua penikmat dapat mengetahui dengan pasti pesan tersirat yang hendak disampaikan dan dikomunikasikan oleh pencipta melalui karya-karyanya. Manfaat yang kedua adalah menjadi evaluasi diri bagi pencipta untuk berkarya secara terus-menerus. Semua bentuk kritik dan saran merupakan umpan balik yang sangat berharga untuk memperbaiki karya seninya di masa mendatang.

Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Syarat melakukan Resensi Karya Seni

Sebuah karya seni diciptakan dalam latar belakang yang berkaitan dengan kehidupan seniman, seperti kondisi sosial, politik, dan kebudayaan yang melingkupinya. Sebuah karya seni juga memiliki dimensi bentuk dan sisi. Dimensi bentuk sangat variatif dari segi corak, gaya, dan perkembangannya, baik dari periode sejarah masa lampau maupun dari masa sekarang. Selain itu, dimensi isi makna yang tidak terlihat juga sulit untuk ditafsirkan.

Oleh karena itu, agar menghasilkan bobot penilaian yang baik, seseorang yang melakukan resensi harus memiliki beberapa syarat, di antaranya:

1. memahami sejarah seni rupa, kesenian, dan kebudayaan;

2. harus berpengalaman mengamati karya secara langsung

(otentik), bukan dari repro atau slide;

3. mengetahui dan memahami benar peristilahan (diksi), gaya seni, fungsi seni, opini seniman, dan pakar tentang estetika secara periodik;

4. mengetahui teknik artistik dalam berbagai media;

5. memiliki cita rasa yang terbuka, dalam artian memiliki kapasitas menghargai kreativitas artistik yang beragam;

6. dapat membedakan niat artistik dan pencapaian artistik seniman dalam berkarya;

7. harus objektif dan tidak subjektif (mampu melawan bias simpati terhadap seniman);

8. memiliki sensibilitas kritis saat menghadapi karya yang beragam; serta

9. memiliki temperamen yudisial berdasarkan data yang akurat.


Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Konsep dan Hakikat Resensi Seni

Resensi adalah suatu penilaian terhadap sebuah karya seni.   Karya seni sangat perlu untuk dinilai demi mengetahui kualitas-kualitas yang ada di dalamnya. Karya seni merupakan sebuah benda yang diciptakan oleh seorang desainer ataupun seniman melalui kreativitas, imajinasi, dan pemikirannya sehingga menampilkan bentuk yang indah. Karya seni rupa yang akan diresensi dapat berupa karya dua dimensi ataupun tiga dimensi, seni murni ataupun karya terapan dapat berupa karya dua simensi ataupun tiga dimensi, karya seni murni ataupun karya terapan. Karya seni murni dapat seni patung dan seni lukis, sedangkan contoh karya seni terapan adalah gedung, meja, kursi, dan perabot rumah tangga. Karya seni merupakan cerminan ekspresi jiwa, nilai-nilai, gagasan, cita-cita atau pandangan seniman penciptanya.

Tujuan dari kegiatan meresensi karya seni adalah untuk  kualitas karya seni yang bersangkutan. Nilai  sesuatu yang paling berharga pada karya seni. Karya seni mengandung dua jenis nilai, yaitu nilai bentuk dan nilai   bentuk terlihat pada bentuk-bentuk yang kasat mata, seperti bahan, warna, tekstur, dan teknik yang digunakan. Sementara itu, nilai makna atau nilai kualitas sangat tergantung keselarasan antara wujud atau rupa (appearance) atau isi (content, substance). Wujud terdiri atas bentuk dan susunan atau struktur unsur-unsur rupa. Sementara itu bobot atau isi adalah suasana, gagasan, atau pesan yang ingin disampaikan.

Seseorang akan dapat menilai karya seni jika ia memiliki kesadaran akan potensi keindahan yang terdapat pada sebuah karya seni. Kesadaran itu muncul apabila seseorang memiliki minat dan keinginan untuk mendapatkan sebuah keindahan benda. Hal yang paling pokok dalam melakukan resensi adalah perlunya pengetahuan dan wawasan yang luas tentang proses berkarya, sejarah, dan estetika. Selain itu, hal yang tak kalah penting adalah seniman harus memiliki kepekaan estetis.

Proses resensi adalah serangkaian proses atau tahapantahapan dalam memperoleh kualitas nilai sebuah karya seni. Proses resensi dapat dilakukan secara serta-merta tanpa melalui prosedur yang sistematis. Ketika melihat karya seni rupa tiga dimensi, misalnya patung atau keramik, perasaan kita akan menjadi senang, bahkan terkagum-kagum. Respons yang kita  berikan tersebut sebenarnya adalah bentuk resensi yang kita lakukan, tetapi bersifat spontan. Respons tersebut muncul karena adanya keindahan dalam karya sehingga seseorang merasa senang. Respons tersebut juga merupakan sebuah apresiasi, atau sikap untuk menghargai dan menyadari nilai tersebut.

Namun, pada kenyataannya, sering kali masyarakat ketika menilai sebuah karya seni bersifat serta-merta sehingga penjelasan yang diberikan atas keputusan nilai yang diberikan tidak memadai sebagai bukti yang akurat. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya proses resensi yang dilakukan dengan menggunakan tahapan-tahapan yang jelas, prosedural, dan sistematis. Resensi tersebut sering disebut sebagai kegiatan kritik seni.

Kritik seni adalah aktivitas dalam rangka menilai sebuah karya seni melalui tahapan yang jelas agar hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan. Resensi yang dilakukan terhadap karya seni memiliki arti yang sepadan dengan kritik. Istilah kritik sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu critic, yang bermakna mengecam, mengupas, dan membahas. Dalam bahasa Yunani, kata kritik berasal dari kata kritikos yang erat hubungannya dengan krinein, yang berarti memisahkan, mengamati, menilai, dan menghakimi.

Menyadari, mengerti, dan cermat mengamati segi-segi estetika dengan bekal ilmu pengetahuan serta kepekaan estetis menjadi sangat penting dalam melakukan resensi. Melalui ketiga cara tersebut, seseorang dapat menikmati dan menilai suatu karya dengan semestinya. Esensi akan mengimplikasikan seseorang untuk lebih menghargai sebuah karya seni.

Penyelidikan kualitas aspek benda memang harus sensitif karena setiap bentuk yang ditampilkan memiliki perbentukan yang harus dirasakan, diempati, dan dihayati agar getaran- getaran bentuk yang menyenangkan dapat diperoleh hati pengamat. Oleh karena itu, sangat tidak mudah bagi seseorang yang memiliki wawasan cukup, tetapi kurang sensitivitasnya, untuk dapat menilai karya seni secara proporsional. Pandangan yang objektif juga diperlukan. Keindahan dalam sebuah karya seni digali agar kita mendapatkan sebuah kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan.

Penyelidikan kualitas aspek benda memang harus sensitif karena setiap bentuk yang ditampilkan memiliki perbentukan yang harus dirasakan, diempati, dan dihayati agar getarangetaran bentuk yang menyenangkan dapat diperoleh hati pengamat. Oleh karena itu, sangat tidak mudah bagi seseorang yang memiliki wawasan cukup, tetapi kurang sensitivitasnya, untuk dapat menilai karya seni secara proporsional. Pandangan yang objektif juga diperlukan. Keindahan dalam sebuah karya seni digali agar kita mendapatkan sebuah kenikmatan, kesenangan, dan kebahagiaan.

Sikap yang dihasilkan setelah melakukan resensi adalah sikap apresiatif. Pada dasarnya, apresiasi adalah bentuk jalinan komunikasi antara si pembuat karya seni (seniman) dan penikmat karya seni (apresiator). Dengan adanya komunikasi timbal-balik tersebut, kemampuan sang seniman dapat berkembang, semangat berkaryanya juga semakin tinggi, dan penikmat seni pun dapat menikmati karya-karya seni yang berkualitas. Melalui uraian-uraian tersebut, terlihat bahwa hasil yang diharapkan dari kegiatan resensi adalah munculnya sikap apresiasi dalam bentuk menghargai. Contoh sikap menghargai, di antaranya berkaitan dengan sejauh mana penikmat seni atau masyarakat memandang karya seni tersebut sebagai sesuatu yang penting, bernilai, berguna, dan bermanfaat. Ciri seseorang yang mengapresiasi karya seni adalah ketika ia menghormati pembuat/pencipta karya tersebut serta merawat dan menjaga karya seni tersebut.


Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.