Sunday, January 31, 2016

Model Evaluasi Kurikulum Iluminatif

Iluminatif, dalam model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan sumber-sumber pendidikan termasuk pencapaian tujuan. Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan, kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar siswa. Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Objek evaluasi yang diajukan dalam model iluminatif ini mencakup; latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan) sistem, hasil belajar yang diperlihatkan oleh siswa, serta kesukaran-kesukaran yang dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan. Evaluasi iluminatif bersifat adaptif dan eklektik.
Langkah-langkah evaluasi model iluminatif adalah :
  1. Observasi : Mengamati kehiatan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan.
Didukung wawancara, kuesioner, tes, dan studi documenter.
  1. Inkuiri Lanjutan : Pedomannya hasil observasi sebagai pemantapan validasi isu, kecenderungan dan permasalahan-permasalahan, untuk menarik kesimpulan.
  2. Penjelasan : Evaluator mennunjukan prinsip umum dan pola hubungan sebab-akibat, sebagai penjelasan rasional berhasil atau gagalnya kegiatan lingkungan pendidikan.

Dari langkah-langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model iluminatif adalah perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang dievaluasi. Hal ini disebabkan model iluminatif menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau sistem yang sedang dikembangkan. Faktor lainnya adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-bagian.

Keunggulan Illuminatif Model
Menekankan pentingnya dilakukan penilaian yang kontinu selama proses pelaksanaan pendidikan sedang berlangsung. Jarak antara pengumpulan data dan laporan hasil penilaian cukup pendek sehingga informasi yang dihasilkan dapat digunakan pada waktunya.

Keterbatasan Illuminatif Model
Kelemahan terutama terletak pada segi teknis pelaksanaannya yang meliputi:
1. Kegiatan penilaian tidak didahului oleh adanya perumusan kriteria secara eksplisit.
2. Objektivitas penilaian yang dilakukan perlu dipersoalkan.
3. Adanya kecenderungan untuk menggunakan alat penilaian yang “terbuka” dalam arti kurang spesifik dan berstruktur.
4. Tidak menekankan pentingnya penilaian terhadap program bahan-bahan kurikulum selama bahan-bahan tersebut disusun dalam tahap perencanaan.

Model iluminatif didasarkan pada paradigm anthropologi social, dan ditegakkan dua konsep utama yaitu sistemintruksional dan lingkungan belajar.
Sistem insruksional adalah perencanaan pengajaran yang menggunakan pendekatan sistem (komponen atau elemen yang berhubungan), atau sistem pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi dan saling berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sistem instruksional yang dimaksud dalam bentuk catalog, prospektud, dan laporan kependidikan yang berisi rencana dan pernyataan resmi mengenai peraturan pembelajaran.

MODEL GENERIK PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Model Dasar Sistem Instruksional :
  1. Model merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau rujukan dalam melakukan suatu kegiatan.
  2. Sistem adalah seperangkat bagian-bagian atau komponen di mana yang satu sama lain saling berkaitan dan berinteraksi dalam mencapai suatu tujuan.
  3. Instruction adalah proses pembelajaran yang merupakan bentuk operasional pelaksanaan kurikulum
  4. Sistem Instruksional merupakan tatanan aktivitas belajar-mengajar yang mengandung dimensi perencanaan kegiatan belajar-mengajar. Sebagai perencanaan dan pelaksanaan. Sistem instruksional merujuk pada langkah-langkah yang seyogianya ditempuh dalam menerapkan tujuan, isi, proses dan evaluasi pengajaran. Sebagai proses sistem instruksional merujuk pada interaksi antar komponen pengajaran dalam suasana kelas secara nyata.
  5. Model kurikulum/pengajaran dikembangkan oleh Tyler (1949) dapat diterima sebagai model dasar sistem instruksional dan dari situ dapat
Rincian Masing-masing Komponen Sistem Instruksional :
  1. Tujuan, pengalaman belajar, pengorganisasian pengalaman belajar merupakan komponen pokok dari sistem kurikulum dan pengajaran (instruksional)
  2. Tujuan, memiliki berbagai tingkatan mulai dari tujuan nasional, institusional, kurikuler, instruksional umum dan instruksional khusus. Antara tujuan satu dengan lainnya memiliki saling keterkaitan dan tujuan yang lebih rendah harus mendukung pencapaian tujuan di atasnya.
  3. Dalam merumuskan tujuan taksonomi Bloom dan kawan-kawan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menjabarkan perilaku yang diharapkan dapat dicapai.
  4. Dalam memilih isi dan pengalaman belajar perlu memperhatikan kriteria sebagaimana dikemukakan oleh Taba (1962) dan Tyler (1949) serta kriteria lainnya yang dianggap perlu.
  5. Dalam mengorganisasikan pengalaman belajar perlu memperhatikan prinsip-prinsip continuity, sequence, dan integration.
  6. Evaluasi pada dasarnya merupakan kegiatan untuk menentukan apakah suatu tujuan yang telah digariskan dapat dicapai atau tidak. Untuk itu evaluasi harus memenuhi sejumlah kriteria sebagaimana dikemukakan oleh Taba (1962).
Kerangka Konseptual Perencanaan Pembelajaran :
  1. Hubungan antar komponen dalam sistem instruksional dapat dilu-kiskan lebih jelas dalam model-model diagramatis.
  2. Model sistem instruksional dari Wong & Raulerson (1974) dan Kibler (1972) dapat diterapkan dalam pengembangan Satuan Pelajaran oleh guru.
  3. Keempat komponen pokok sistem instruksional yakni tujuan, penga-laman belajar, pengorganisasian pengalaman belajar dan evaluasi dapat digambarkan sebagai kesatuan komponen yang saling memiliki keterkaitan.

MODEL GENERIK PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
Konsep dan Masalah Pengelolaan Kelas :
  1. Pengelolaan kelas menyangkut berbagai unsur yakni: guru, peserta didik, sarana belajar-mengajar, dan iklim kelas secara keseluruhan.
  2. Pengelolaan kelas memiliki hubungan timbal balik dengan proses pembelajaran.
  3. Pengelolaan kelas mencakup tiga dimensi:
    1. perilaku guru yang dapat menghasilkan keterlibatan pembelajar yang tinggi dalam kegiatan kelas
    2. perilaku mengganggu dari pembelajar yang sangat minimal
    3. penggunaan waktu belajar yang efisien.
  4. Berada tidaknya pembelajar dalam tugas belajarnya (on task/off task) berkaitan erat dengan muncul tidaknya masalah-masalah pengelolaan kelas.
  5. Guru sebagai manajer kelas yang baik menuntut penguasaan keterampilan pengelolaan kelas yang baik dan perlu menghindari hal-hal yang menjadi ciri manajer kelas yang tidak efektif.
Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas
    1. Pendekatan penguatan dan pengubahan perilaku merupakan sistem dasar dalam pengelolaan kelas.
    2. Dalam pengelolaan kelas titik berat diletakkan pada penciptaan iklim kelas yang kondusif untuk belajar.
    3. Salah satu komponen iklim kelas adalah terciptanya tata tertib yang dipatuhi secara sadar.
    4. Berbagai prinsip pengelolaan kelas dapat diterapkan secara adaptif
               Lingkungan Belajar

             Lingkungan belajar adalah lingkungan social-psikologis dan materi atau interaksi anrata guru dengan siswa.
  1. MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG BAIK
    • Pengorganisasian & Pengelolaan Kelas
    • Pemanfaatan Sumber Belajar
    • Pajangan
    • Keterampilan bertanya.
  2. PENGORGANISASIAN KELAS
    • Salah satu ciri PAKEM adalah adanya pengorganisasian kelas yang bervariasi (Klasikal, Kelompok, Pasangan, Individual)
    • Tujuan : Memberi kesempatan siswa memperoleh hasil belajar maksimal sesuai tipe belajar masing-masing.
    • Organisasi Belajar No Aktivitas Individu Pasangan Kelompok Klasikal 1. Membaca dalam hati 2. Mengukur suhu
    • Pengorganisasian kelas Jenis kegiatan seperti apa? Klasikal : seluruh kelas mengerjakan hal yang sama Kelompok: sekelompok siswa mengerjakan satu tugas bersama- sama Perorangan: anak mengerjakan tugas sendiri sendiri
  3. PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR
    Sumber Belajar Dalam PAKEM
    Dalam Pakem, Sumber Belajar bervariasi :Buku, Guru, Lingkungan, Narasumber, Koran / majalah, Dll.
    Contoh-contoh Sumber Belajar Lingkungan:
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kegiatan/ Kompetensi yang dikembangkan 1 Pohon Pisang IPA Mengamati, kemudian menjelaskan bagian-bagiannya, dsb Bhs. Indonesia Mendeskripsikan, menulis puisi, menceritakan
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kompetensi yang dikembangkan Matematika Membuat bangun datar 2 Fenomena Alam IPA Mempelajari kerusakan alam dan mengembangkan sikap ilmiah
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kompetensi yang dikembangkan Matematika Membuat bangun datar 2 Fenomena Alam IPA Mempelajari kerusakan alam dan mengembangkan sikap ilmiah
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kegiatan/ Kompetensi yang dikembangkan Bindo Membuat puisi, prosa Mat Menghitung, menyajikan data dalam bentuk diagram,
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kegiatan/ Kompetensi yang dikembangkan
    • Contoh No Nama Sumber Bljr Mapel Kompetensi yang dikembangkan 3 ……………… ………………… .. ………………………… ..
           4. PAJANGAN
    Manfaat Pajangan yaitu:
    • Bukti fisik kegiatan siswa
    • Tolok ukur kemajuan belajar siswa
    • Umpan balik
    • Motivasi & penghargaan
    • Pemacu kreatifitas
    • Sarana kompetisi siswa/kelompok
    • Sumber belajar
    • Memperindah kelas

    Yang sebaiknya dipajang yaitu:
    • Hasil kreativitas siswa (tulisan, gambar,model bangun,dll) proses & produk
    • Hasil kerja siswa/kelompok
    • Media/alat peraga pembelajaran
    • Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
    • Laporan praktikum

    Yang sebaiknya tidak dipajang yaitu:
    • Hasil ulangan siswa
    • Soal-soal ulangan
    • Hasil kerja yang mengakibatkan siswa kecil hati

    Cara Memajangkan yaitu:
    • Mudah dilihat,dibaca, dipasang & dilepas.
    • Tidak mengganggu & membahayakan
    • Estetis
    • Dikelompokkan (Individual/kelompok)

    Kriteria Pemajangan yaitu:
    • Menarik
    • Baik
    • Menggugah orang lain untuk memperhatikan
    • Dapat motivasi

    Sebaiknya pajangan diganti setiap KD berganti atau sesuai dengan kesepakatan guru dengan siswa
    Contoh pajangan: hasil karya siswa yang mendapat nilai terbaik.
                5. KETRAMPILAN BERTANYA
      Salah satu teori balajar adalah mengkonstruksi pengetahuan. Kecakapan berpikir anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana pertanyaan yang diajukan guru agar pengetahuan anak terbangun dengan baik. Sehingga ternyata kita perlu belajar menyusun pertanyaan.
      1. Tujuan Guru Bertanya :
        • Menggali kemampuan/ide-ide yang dimiliki siswa
        • Mengetahui kompetensi yang telah dimiliki siswa
        • Mendorong siswa berpikir
      2. Pertanyaan yang sering dilontarkan guru kepada siswa :
        • Menuntut jawaban hafalan, karena mudah disusun dan dikoreksi jawabannya
        • Bersifat tertutup
      3. Level Pertanyaan (1)
        • Level 1 : Mencari informasi -> hanya mengungkap aspek ingatan dan tidak memerlukan pemrosesan pengetahuan yang telah dimiliki.
        • Contoh : ( Setelah membaca teks ) :
        • Di mana peristiwa itu terjadi?
        • Siapa yang menjadi korban?
      4. Level Pertanyaan (2)
        • Level 2 : Memerlukan pemrosesan / pemanfaatan pengetahuan yang dimiliki untuk menjawabnya.
        • Contoh : Jelaskan dengan kalimatmu sendiri, isi artikel yang kamu baca !
      5. Level Pertanyaan (3)
        • Level 3 : Memunculkan gagasan baru / penerapan ide / imajinatif
        • Contoh : Apa saja yang bisa kalian lakukan untuk membantu masyarakat miskin di sekitar kita? 

      Evaluasi Kurikulum

      Kurikulum mengarahkan pendidikan menuju kegiatan pembelajaran secara menyeluruh. Kurikulum merupakan perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Kurikulum adalah rancangan pendidikan bagi pelajar dan atau sebagai upaya untuk mengidentifikasi bidang keilmuan (Zais, 1976).
      Konsep kurikulum
      Konsep kurikulum berkaitan dengan pemahaman kurikulum, ruang lingkup kurikulum, termasuk ruang lingkup evaluasi kurikulum. Evaluasi merupakan pengukuran atau penilaian terhadap pelaksanaan rencana pelajaran dan penggunaan sumber-sumber pendidikan. Evaluasi kurikulum merupakan evaluasi pencapaian tujuan. Yang terdiri dari 4 dimensi yaitu : konsep, rencana, proses, dan hasil. Semua dimensi secara simultandapat berupa dimensi gagasan yaitu konsep, rencana, proses, dan hasil belajar (Hasan: 1988)
      Fungsi evaluasi kurikulum
      Evaluasi kurikulum pada fungsinya digunakan untuk memperbaiki atau mengembangkan kurikulum. Menurut Tyler dan Provus (dalam Hasan 1988) berpendapat bahwa hasil evaluasi kurikulum merupakan bahan pertimbangan perbaikan kurikulum. Menurut Cronbach kurikulum juga sebagai pertimbangan pemberian penghargaan. Sedangkan Scriven membedakan fungsi kurium menjadi dua yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif.
      1. Fungsi formatif
      Fungsi formatif digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan kurikulum dan bukan digunakan untuk mengganti kurikulum. Fungsi formatif ini di laksanakan pada saat berlangsungnya suatu program, tujuan utama memperbaiki beberapa kelemahan sesegera mungkin tanpa menunggu program tersebut selesai terlaksanakan. Misalnya pelaksanaan pengajaran, pelaksanaan bimbingan administrasi, penggunaan buku pelajaran da lain-lain.
      1. Fungsi sumatif
      Fungsi sumatif diarahkan terhadap hasil suatu kurikulum, untuk menuntaskan pengembangan kurikulum. Fungsi sumatif di laksanakan harus menunggu selesainya suatu program, misalnya setelah satu tahun program berjalan, atau setelah lembaga pendidikan menghasilkan lulusannya.
      Jenis kurikulum
      Tidak lepas dari fungsi evaluasi kurikulum dan tujuan kurikulum , jenis evaluasi kurikulum menunjuk pada dimensi kurikulum yang akan dievaluasi dan masing-masing dapat dievaluasi menggunakan formatif maupaun sumatif. Ada empat jenis evaluasi kurikulum yaitu:
      1. Evaluasi Reflektif
      2. Evaluasi Rencana
      3. Evaluasi Proses
      4. Evaluasi Hasil
      Model Evaluasi Kurikulum
      Model evaluasi kurikulum secara garis besar ada dua yaitu Model evaluasi kuantitatif dan model evaluasi kualitatif.
      1. Model Evaluasi Kuantitatif
      Model evaluasi kuantitatif diwarnai oleh paradigma positivisme, sehingga menonjolkan penggunaan data kuantitatif dan menunjukkan pentingnya pengukuran dalam proses evaluasi. Dalam model ini melihat kurikulum sebagai hasil belajar dan menjadikan hasil belajar sebagai kriteria pokok dalam proses evaluasi. Model evaluasi kuantitatif terbagi menjadi:
      1. Model Tyler (Model Blackbox)
      Model ini dipaparkan oleh Ralph Tyler, ia mengemukakan dua dasar pemikiran yaitu untuk mengevaluasi tingkah laku anak dan evaluasi dilakukan sebelum dan sesudah kurikulum dilaksanakan.
      1. Model Teoretik Taylor dan Marguirer
      Model evaluasi ini mendasarkan pertimbangan teoritik suatu model evaluasi kurikulum. Model in agaknya terpengaruh Tyler terutama dari unsurnya yaitu yang dikembangkan dengan pendekatan tingkah laku, strategi dan pendekatan psikomotorik.
      1. Model Pendekatan Sistem Alkin
      Model Alkin dekenal dengan pendekatan sistem, yang disebut sebagai pendekatan ekonomi mikro. Model Alkin dipengaruhi oleh psikometrik dan atau ekonometrik. Pengukuran dan kontrol terhadap variabel merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh seoran evaluator. Besar kecinya setiap unit harus benar-benar diperhatikan dalam pengaruh dan harus di kontrol.
      1. Model Countenance Stake
      Model ini menekankan betapa pentingnya evaluator mampu mengembangkan tujuan kurikulum memnjadi tujuan-tujuan yang terukur, memperhatikan keadaan sebelum kegiatan berlangsung (antecenden) ketika kegiatan berlangsung (transaction) dan mampu mengkaitkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar (outcomes).
      1. Model CIPP (Context, Input, Process, Product)
      Sebagaimana namanya, model ini komponen utamnnya terdiri dari context, input, proces, dan product. Sasaran evaluasinyapun sama dengan namnya dan merupakan suatu rangkaian yang menyeluruh-utu, sekalipun acapkali para evaluator hanya menilai satu, dua, atau mengevaluasi keterkaitan antar jenis evaluasi tersebut.
      1. Model Evaluasi Kualitatif
      Model evaluasi kualitatif memberikan sumbangan yang berarti dalam evaluasi kurikulm karena sifatnya yang komunikatif dengan para pemakai hasil evaluasi dan penggambarannya terhadapa pelaksanaan kurikulum baik. Model evaluasi kualitatif yaitu:
      1. Model Studi kasus
      Pusat perhatian dalam model evaluasi ini pada pelaksanaan kurikulum dalam unit kegiatan pendidikan, namun unit tersebut hanya terdiri dari satu kelas atau satu sekolah atau bahkan satu guru sehingga hasil evaluasinya ridak dapat digenerelasiskan. Model studi kasus mengakui adanya multiple-realities.
      1. Model Iluminatif
      Model evaluasi Iluminatif ditegakkan oleh dua konsep yaitu sistem instruksional dan lingkungan belajar. Secara metodologis model evaluasi Iluminatif bukanlah model evaluasi yang standar, namun bersifat adaptif dan eklektik. Sehingga dalam model evaluasi ini dapat digunakan metode apapun, namun yang sesuai dengan permasalahan dan datanya dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif.
      1. Model Responsif
      Model evaluasi responsif kegiatan evaluasinya terbatas pada kurikulum dimensi proses.
      Dalam model evaluasi ini perbedaan pandangan orang-orang yang terblibat dalam
      pelaksanaan kurikulum dapat dijadikan sumber pengembangan kriteria evaluasi,
      sehingga model responsif instrumennya kurang standar.

      Penggolongan Seni Rupa secara garis besar

      Secara umum kita dapat menggolongkan karya-karya seni rupa sebagai berikut:
      1. Karya Seni Rupa Murni (fine art)

      Karya seni rupa murni merupakan jenis karya seni rupa yang dibuat dengan tujuan memenuhi kebutuhan estetik atau nilai-nilai keindahan semata, terlepas dari fungsi praktis. Karya semacam ini dibuat untuk kepentingan mengekspresikan emosi atau perasaan penciptanya. Yang tergolong karya seni murni yaitu seni lukis, seni patung, dan seni grafis.
      Seni lukis merupakan karya yang umumnya berbentuk dua dimensi dan dibuat di atas permukaan kertas, kanvas, dinding, kaca dan bahan lain yang memungkinkan untuk itu. Bahan pewarna yang digunakan dapat menggunakan cat, tinta, arang, pensil dan lain-lain. Ada pula karya seni lukis yang dibuat pada tubuh manusia yang lazim disebut body painting. Teknik melukis dapat beragam. Secara konvensional dengan menyapukan bahan pewarna menggunakan alat berupa kuas, namun ada pula teknik melukis yang memanfaatkan plototan cat dari tubenya, atau bahkan dengan sapuan jari-jari tangan senimannya. 
      Seni patung merupakan karya seni rupa yang berbentuk tiga dimensi (dapat dinikmati dari beberapa arah pandang) dibuat dengan menggunakan berbagai media seperti, kayu, batu, semen, fiber, lilin, tanah liat atau bahkan es. Teknik membuat patung menyesuaikan dengan bahan yang dipakai, dengan cara membentuk dengan tangan, membutsir, memahat, ataupun dengan teknik cetak. Corak seni patung juga bermacam-macam, ada patung naturalis yang menggambarkan benda seperti wujud asli yang ada di alam, ada pula yang bercorak abstrak sehingga sulit dikenali bentuknya. 
      Sedangkan seni grafis merupakan jenis karya seni rupa yang dibuat dengan teknik cetak seperti teknik cukil, lithografi, cap, cetak sablon dan lain-lain. Seperti halnya seni lukis, seni grafis dibuat untuk tujuan mengekspresikan emosi dan gagasan senimannya.

      2. Seni Rupa Terapan (applied-art)
      Berbeda dengan seni rupa murni, seni rupa terapan dibuat dengan mengutamakan tujuan praktis, dengan kata lain dimanfaatkan fungsi pakainya untuk memenuhi kebutuhan fisik manusia. Namun demikian karya seni rupa terapan diupayakan memilki nilai artistik pula. Membuat karya seni rupa terapan tidak sebebas membuat karya seni rupa murni karena di dalamnya harus mempertimbangkan persyaratan-persyaratan tertentu, seperti syarat keamanan (security), kenyamanan (comfortable), dan keluwesan dalam penggunaan (flexibility).
      Mengingat banyaknya jenis karya tersebut, maka karya seni rupa terapan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu desain dan kriya. Desain merupakan karya seni yang dibuat berdasarkan pesanan atau permintaan clien (pemesan). Yang termasuk dalam karya desain yaitu; desain grafis (desain komunikasi visual), desain arsitektur (rancang bangun), dan desain produk. Karya desain grafis adalah karya yang dibuat untuk mengkomunikasikan pesan tertentu kepada publik atau khalayak umum seperti poster, iklan, baliho, selebaran, pamflet, banner, kartu ucapan, desain undangan dan lain-lain. Desain arsitektur adalah karya seni rupa yang bertujuan memenuhi kebutuhan akan hunian atau tempat tinggal dan fasilitas umum seperti rumah, gedung, tempat ibadah, jembatan dan lain-lain. Sedangkan desain produk merupakan karya seni rupa yang berupaya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seerti perabot rumah tangga, alat elektronik, alat komunikasi, alat transportasi, aksesoris, busana, dan lain-lain.
      Ketiga jenis desain di atas umumnya dibuat dengan menggunakan alat-alat berteknologi modern dan mamanfaatkan bahan-bahan sintetis atau bahan buatan. Karena dibuat dengan menggunakan mesin, maka produksinya dapat dibuat dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, namun unsur ekspresi tidak tersampaikan secara bebas karena prosesnya tidak melibatkan sentuhan tangan langsung dari penciptanya.
      Seni kriya atau seni kerajinan memilki perbedaan dengan desain. Kebanyakan karya seni kriya dibuat secara tradisional dengan keterampilan tangan pembuatnya dan banyak memanfaatkan bahan-bahan alam seperti kayu, bambu, batu, logam, tanah liat, kulit binatang, dan lain-lain. Karya seni kriya kini banyak digemari karena unsur keasliannya, tak heran orang-orang banyak yang merasa bangga mengoleksi barang-barang kriya daripada barang-barang buatan pabrik. Yang termasuk dalam golongan karya seni kriya diantaranya; keramik (gerabah), ukir kayu, kerajinan kulit, anyaman, batik, dan kerajinan logam.
      Pada perkembangannya jenis seni kriya jauh lebih banyak mengeksplorasi bahan-bahan alam seperti kulit kerang, batu-batuan, bahkan tumbuhan. Banyak pula sebagian bahan limbah dan bahan sintetis yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan seperti limbah plastik, kertas, karet, dan lain-lain. Sekalipun memanfaatkan bahan buatan, namun karya-karya semacam ini tetap digolongkan dalam seni kriya. Barangkali orang-orang lebih banyak melihatnya dari segi proses membuatnya yang mengandalkan kreativitas dan keterampilan tangan ketimbang dari segi bahan. Kini seni kriya tumbuh makin pesat di Indonesia. Banyak daerah-daerah yang kemudian menjadi sentra-sentra kerajinan. Kondisi geografis dan demorafi Indonesia merupakan faktor pendukung menjamurnya seni kerajinan Nusantara.

      Evaluasi kurikulum pendidikan seni rupa dalam Dimensi Proses

            Model pendekatan sistem Alkin untuk mengevaluasi kurikulum pendidikan seni rupa dalam dimensi proses yaitu:
           Kurikulum seni rupa dalam dimensi proses adalah kurikulum seni rupa yang benar-benar terjadi di lapangan/sekolah, bisa disebut dengan kurikulum aktual yaitu kegiatan pembelajaran di sekolah. Kurikulum seni rupa dalam dimensi proses memiliki pengertian kesinambungan dari kurikulum seni rupa dalam dimensi gagasan dan/rencana. Sehingga apabila dievaluasi kurikulum seni rupa ini jelas tidak cocok bila menggunakan model Tyler (Model Blackbox) dan Teoretik Taylor dan Maguire. Sebab kedua model tersebut hanyalah pengevaluasian kurikulum masih dalam dimensi gagasan atau rencana, keduanya tidak mengevaluasi tentang proses penerapan dalam sekolah/lapangan, apalagi hasil belajar, keduanya tidak cocok.
      Model pendekatan sistem Alkin karena dalam model pendekatan ini pengevaluasian dilakukan untuk kurikulum yang telah diImplementasikan artinya kurikulum seni rupa yang sedang beralngsung yaitu (kurikulum dalam dimensi proses) dan bukan burikulum yang sedang direncanakan. Memang, apabila menggunakan model evaluasi lainnya seperti Countenance Stake atau pengembangannya yaitu model Responsif bisa dilakukan karena kurikulum telah berlangsung. Namun dalam model-model itu pengevaluasian sampai kepada keberhasilan dari kurikulum, sehingga kurang efisien dalam waktu, karena harus menunggu hasil yang didapatkan, apabila bisa mengevaluasi pada saat kurikulum berlangsung, kenapa harus menunggu hasil belajar selesai?Saya rasa bila menggunakan model Countenance Stake, CIPP atau model Responsif kuranglah sesuai sebab kurikulum yang dievaluasi adalah dalam dimensi proses. Meskipun tidak memungkiri adanya kelebihan-kelebihan dari model -model evaluasi lainnya yang tepat digunakan untuk pengevaluasian kurikulum seni rupa secara menyeluruh, namun model pendekatan sistem Alkinlah yang lebih tepat untuk evaluasi kurikulum seni rupa. Apalagi ketika ditemui dalam kehidupan nyata, proses belajar siswa sangatlah penting sebagai penentu keberhasilan belajar dan apabila ada kecacatan dalam prosesnya maka perlu segera diperbaiki tanpa perlu menunggu hasil. Dalam pembelajaran seni rupapun tidak hanya semata-mata memperhatikan hasil namun bagaimana proses siswa itu dalam berkarya seni atau dalam proses mempelajari seni rupa.

      Perlunya evaluasi kurikulum seni rupa secara berkala

      Dalam pelaksanaannya, kurikulum dibuat oleh setiap guru di setiap satuan pendidikan untuk pelaksanaan pembelajaran. Namun kurikulum seni rupa perlu selalu diubah, diperbaiki, dan dikembangkan, dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Perubahan kurikulum akan dilakukan baik dalam kurun waktu tertentu dan teratur maupun kapan saja apabila perubahan tersebut dianggap perlu, oleh karena itu evaluasi kurikulum perlu dilakukan secara berkala agar mampu menjawab perubahan kehidupan dan tatanan masyarakat disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, tuntutan zaman, dan perkembangan IPTEKS serta perkembangan-perkembangan lainnya yang mungkin terjadi setiap saat. Kurikulum pendidikan seni rupa ini peka terhadap perubahan secara berkala tersebut. Sehingga dengan penyusunan kurikulum secara berkala, akan mampu menopang celah-celah kelemahan program seni rupa yang akan disebarkan ke wilayah mahasiswa.
      Pengevaluasian kurikulum seni rupa ini pada tujuannya merupakan penilaian kurikulum yang meliputi komponen-komponen kurikulum, apakah baik atau tidak, layak dilanjutkan atau tidak. Karena pengevaluasian kurikulum ini dapat dalam berbagai dimensi sesuai komponen-komponennya, maka evaluasinya perlu berkala agar apabila ada ketidak cocokan antar komponen kurikulum maka kurikulum seni rupa dapat segera diperbaiki atau diganti. Pengevaluasian kurikulum seni rupa ini dapat menggunakan evaluasi formatif maupun sumatif. Sebagai contoh jika seorang guru yang sedang menggunakan kurikulum tertentu tetapi sebelum sempat berhasil terdapat kendala atau dirasakan kurang cocok di tengah jalan, maka gugu tersebut dapat langsung memperbaikinya dengan evaluasi fungsi formatif. Dalam hal lain fungsi formatif merupakan upaya perbaikan kurikulum sedangkan fungsi sumatif sebagai bahan pertimbangan atau pnentuan pergantian kurikulum.

      Evaluasi kurikulum seni rupa tersebut pada dasarnya merupakan upaya penyempurnaan kurikulum yang berjalan terus menerus. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Kurikulum yang telah di perbaiki diharapkan menjadi “dongkrak” kualitas pendidikan yang kondisinya semakin mengkhawatirkan. Perbaikan kurikulum diharapkan membawa berkah, dan menjadi momentum untuk perbaikan kualitas pendidikan, yang berarti juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara berkelanjutan (continuous quality improvement). Hal ini menjadi sangat penting, terutama jika dikaitkan dengan pencapaian Millenium Development Goals 2015.

      Kurikulum Seni Rupa Menurut Alkin

      Menurut Alkin, kurikulum seni rupa dalam pengembangannya mempertimbangkan sistem tata ekonomi negara dan tata kehidupan masyarakat-bangsa

      Pengembangan kurikulum dilakukan bagi kepentingan peserta didik, setiap pengembangan kurikulum tidak hanya semata-mata dikembangkan begitu saja tanpa memperhatikan aspek-aspek lain. Tak terkecuali dengan pengembangan kurikulum seni rupa yang perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan determinan kurikulum. Di dalam prinsip-prinsip dan determinan kurikulum seni rupa amat berkaitan dengan sistem tata ekonomi negara dan tata kehidupan masyarakat-bangsa. Sebagai contoh pada prinsip relevansi keluar pengembangan kurikulum harus memperhatikan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat yang selalu mengalami perubahan. Perkembangan masyarakat ini tidak terlepas dari perkembangan ekonomi negara dan kehidupan masyarakat-bangsa. Pada aspek empiris dalam determinan Filosofis salah satunya mencangkupi rendahnya daya saing SDM dengan negara lain, kasus ini setidaknya menjadi perhatian negara apalagi dalam sistem ekonomi dan kehidupan masyarakat. Apabila dikaitkan dengan pengembangan kurikulum seni rupa, pengembangan kurikulum itu perlu memandang seberapa jauh posisi negara dalam persaingan ekonomi luar negeri. Sehingga bagaimana caranya dengan pengembangan kurikulum itu agar dapat menghasilkan SDM melalui ketrampilan dalam seni rupa dan dunia kerja atau industri (kesinambungan dalam prinsip Kontinuitas). Sedangkan dalam sisi negatif dari tata ekonomi dan kehidupan masyarakat, pengembangan kurikulum seni rupa harus dapat menyesuaikan keadaan tersebut karena apabila tidak cocok antara kurikulum dengan keadaan nyata ekonomi dan kehidupan dalam masyarakat maka kurikulum seni rupa yang telah dikembangkan tersebut tidak akan berhasil.

      Para pengembang kurikulum seni rupa harus peka untuk membagi tugas, antara pengembangan pendidikan dan perkembangan citra produk industri di sekitarnya. Tentang bagaimana perkembangan ekonomi itu dalam sistem sebuah negara. Semakin beragamnya dinamika dan tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan seni rupa Indonesia, maka pendidikan seni rupa harus lebih tangkas. Oleh karna itu pengembangsn kurikulum harus dapat disesuaiakan dengan aspek yang lainnya untuk menciptakan pendidikan seni yang lebih kondusif dan solutif bagi persoalan bangsa. Tidak hanya kurikulumnya saja yang dikembangkan, namun pendekatan yang berlandaskan kualitas dan relevansi untuk pengembangan pendidikan tinggi juga perlu meningkatkan pemberdayaan dan ketertautan sosial melalui pendidikan tinggi, khususnya di bidang seni rupa.

      Setiap komponen kurikulum seni rupa merupakan subsistem kurikulum seni rupa

      Kurikulum seni rupa memiliki komponen-komponen yang terdiri dari tujuan, bahan ajar,metode dan evaluasi. Keempat komponen ini merupakan subsistem dari kurikulum seni rupa, karena tersusun struktural menjadi sebuah sistem yaitu sistem kurikulum seni rupa. Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Dalam kurikulum seni rupa ini tidak dapat dipisahkan antara komponen satu dengan komponen yang lainnya, apabila ada tujuan, bahan ajar, dan metode tetapi tidak ada hasil maka tidak akan berjalan begitu pula dengan komponen yang lainnya, apabila ada satu komponen saja yang bermasalah maka komponen lain akan ikut bermasalah. Inilah kenapa komponen kurikulum seni rupa merupakan subsistem dari kurikulum seni rupa.

      Sebagai ilustrasi yaitu misalnya dalam kurikulum terdapat bahan ajar menggambar bentuk dengan tujuan siswa dapat menggambar bentuk tiga dimensi, kemudian bahan ajar adalah materi menggambar bentuk dengan teknik arsir, metode yang digunakan adalah metode ceramah dan evaluasi yang digunakan adalah pertanyaan tertulis. Dapat dilihat bahwa metode dalam kurikulum ini kurang sesuai dengan bahan ajarnya karena tidak cocok materi menggambar bentuk jika hanya digunakan dengan metode ceramah saja maka anak tidak akan bisa mendapatkan hasil yang maksimal karena kurang mengerti. Inilah yang kemudian tidak akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, demikian pula dengan komponen yang lain apabila tidak ada sinkronansi satu dengan yang lainnya maka sistem kurikulum seni rupa itu tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu masing-masing komponen harus saling berkaitan agar sistem kurikulum seni rupa tidak rusak/kacau, keterkaitan inilah yang merupakan ciri dari subsistem kurikulum seni rupa.

      Sumber:
      -(Nana Sudjana: Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah)

      -(PC. S. Ismiyanto: GBPP-Silabus, RPP, dan Handout MATA KULIAH KURIKULUM & BUKU TEKS PENDIDIKAN SENI RUPA)

      Kurikulum tersembunyi

      Kurikulun tersembunyi atau hidden curriculum merupakan kurikulum tidak tertulis/dirumuskan yang dirancang dan dipikirkan oleh guru, tidak dirancang oleh pemerintah pusat/kantor sebagai panduan mengajar. Sehingga kurikulum tersembunyi ini tidak ada campur tangan dengan pemerintah dan tidak ada buku panduan tertentu, silabus maupun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Kurikulum ini tidak diterapkan secara umum dalam pembelajaran sebab pelaksanaan hidden kurikulum merupakan cara kreatif tersendiri guru dalam menanamkan nilai-nilai, misalnya nilai moral. Hal inilah yang merupakan dampak ringan (nurturant effect) dari suatu proses pembelajaran/kurikulum aktual (actual curriculum). Biasanya kurikulum tersembunyi ini berlangsung sejalan/bersama dengan proses pembelajaran tanpa diketahui siapapun kecuali guru itu sendiri. Apabila peserta didik mendapatkan pelajaran lain di samping materi yang diajarkan maka dapat dikatakan kurikulum tersembunyi dari guru tersebut dapat dikatakan berhasil dilaksanankan karena dapat mengimplementasikannya. Menurut Waridjan (1987) kurikulum tersembunyi merupakan kegiatan peserta didik di luar kurikulum resmi, tidak terikat oleh aturan-aturan formal, dan dapat memungkinkan terjadinya pengaruh baik atau buruk terhadap kegiatan kurikulum resmi (implementasi kurikulum resmi).
      Ilustrasi adanya penanaman nilai-nilai sebagai kurikulum tersembunyi/nurturent effect dalam pembelajaran seni rupa:
      Misalnya saja ketika guru mengajar pelajaran seni rupa tentang membuat kerajinan menggunakan batok kelapa. Pada kenyataannya memang terdapat alat khusus untuk mengupas batok kelapa menjadi bersih dan mudah untuk digunakan dalam membuat prakarya. Namun ketika memberikan tugas guru tersebut sengaja tidak memberitahukan cara mudah dalam mengupas batok kelapa kemudian anak-anak disuruh untuk bersusah payah mengupasnya sendiri. Hal ini adalah cara guru dalam memberikan pelajaran moral kepada siswa tentang nilai perngharaan kepada orang lain, karena siswa akan mengetahui bagaimana susahnya membuat kerajinan batok kelapa tersebut. Maka akan lebih menghargai orang kecil yang berjualan kerajinan tersebut karena telah mengetahui bagaimana susahnya mencari sesuap nasi. Hal tersebutpun dapat diimplementasikan juga dalam kegiatan seni rupa yang lain demi menanamkan nilai-nilai moral pada peserta didik, dengan adanya moral yang baik dari calon generasi bangsa maka perubahan kedepan akan lebih baik pula.
      Sumber:
      -(PC. S. Ismiyanto: GBPP-Silabus, RPP, dan Handout MATA KULIAH KURIKULUM & BUKU TEKS PENDIDIKAN SENI RUPA)

      -(John D. McNeil: CURRICULUM A Comprehensive Introduction)

      Contoh kurikulum seni rupa dalam bidang Dimensi Aktual

      Kurikulum aktual merupakan kurikulum yang berada dalam dimensi proses yaitu implementasi dari dimensi rancangan. Maka kurikulum ini dalam bentuk proses dan belum ada outputnya, artinya sedang terjadi, sedang dalam proses pengimplementasian rancangan yang telah dibuat. Dalam hal ini kurikulum sebagai kegiatan (proses), proses yang dimaksud yaitu proses kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung di sekolah atau kelas, perhatian diberikan penuh kepada anak. Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.  

      Sebagai contoh kuikulum seni rupa dalam bidang dimensi aktual adalah apabila seorang guru ketika mengajar di dalam kelas, ia menerangkan mengenai seni rupa terapan. Pertama guru memberi pengertian apa itu seni rupa terapan dan seni rupa murni, karena pelaksanaan kurikulum ini secara bertahap dalam belajar mengajar maka kemudian guru baru mencoba memberi contoh seni rupa murni. Pemberian contoh ini dapat melalui pertanyaan kepada murid, hal ini merupakan perhatian yang ditujukan pada anak agar ia benar-benar mengerti tentang apa itu seni rupa terapan dan seni rupa murni. Dengan adanya partisipasi dari peserta didik maka daya otak mereka akan terangsang, hal ini juga dapat dilakukan dengan cara menceritakan pengalaman-pengalaman guru yang menarik mengenai hal yang berkenaan dengan materi. Misalnya saja menceritakan tentang bagaimana menyenangkannya membuat keramik cetak tuang, atau menceritakan tentang hal lucu dari pengalaman itu sehingga ingatan anak akan lebih kuat karena terkandung ilustrasi cerita menarik di dalamnya.

      Hakikat Kurikulum Seni Rupa

      Pengertian kurikulum
      Telah banyak kosepsi kurikulum yang berkembang dan pada umumnya berkaitan dengan dunia pendidikan yaitu merupakan rencana pelajaran. Namun perlu dilihat asal katanya terlebih dahulu yang berasal dari bahasa Yunani kuno agar mengetahui makna dasarnya. Curriculum berasal dari kata Curir artinya pelari, dan curere artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan “jarak” yang harus di tempuh oleh pelari. Dari arti sesungguhnya tersebut dapat diambil makna bahwa kurikulum merupakan jarak yang harus diselesaikan dalam proses mencapaian tujuan. Pelari harus menggunakan jarak tersebut (curriculum) untuk mencapai tujuan (garis finish), lebih luasnya lagi dapat berupa cara pada kegiatan sehari-hari dalam melakukan sesuatu agar tujuan dari apa yang dilakukan itu terlaksana/berhasil. Lebih jelasnya lagi apabila diaplikasikan dalam dunia pendidikan maka kurikulum merupakan cara tentang bagaimana tujuan pendidikan itu dapat diselesaikan, oleh karena itu kurikulum juga dapat disebut sebagai proses, dalam dimensinyapun kurikulum bisa menjadi gagasan atau kosep, rencana, kegiatan, maupun hasil belajar.

      Kurikulum dalam pendidikan
      Dalam setiap negara tentunya ada suatu sistem yang penting yang disebut dengan pendidikan, pendidikan dalam setiap negara memiliki tujuan tersendiri yang berbeda-beda. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan tersebut terlaksana melalui program pemerintah seperti pendidikan sekolah dasar, pendidikan SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapakan maka perlu menggunakan cara, cara inilah yang disebut dengan kurikulum. Sedangkan di dalam pembelajaran sekolah itu selain tujuan tentunya ada bahan ajar, metode pengajaran bagaimana cara mengajar yang tepat, serta penentuan nilai atau evaluasi terhadap peserta didik. Sehingga dapat diperoleh kurikulum dalam pendidikan memiliki arti yaitu cara untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan pembelajaran, yang terdiri dari komponen-komponen tujuan, bahan ajar, metode dan evaluasi yang disusun oleh lembaga pendidikan maupun anggotanya, agar dapat berperan dalam kehidupan masyarakat yang produktif sesuai dengan tujuan, kebutuhan, tuntutan dan perkembangan zaman dan IPTEKS.

      Kurikulum pendidikan seni rupa

      Setiap bidang pendidikan memiliki tujuan sendiri yang berbeda-beda, tidak terkecuali pendidikan seni rupa yang memiliki tujuan tersendiri. Pendidikan seni rupa merupakan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik dalam bidang seni rupa yang memiliki tujuan tersendiri dalam bidang kesenirupaan. Setiap bidang pendidikanpun memiliki cara tersendiri dalam pembelajarannya dan hal itu tidak terlepas dari kurikulum yang berisi komponen-komponen penting. Kurikulum pada hakikatnya adalah arah perubahan untuk pencapaian tujuan, sehingga bentuk dari kurikulum adalah sebuah rancangan atau sistem yang saling berhubungan subsistem di dalamnya. Sehingga dapat dimengerti hakikat kurikulum pendidikan seni rupa adalah sebuah sistem pembelajaran yang terancang dengan baik oleh komponen-komponen tujuan, bahan ajar, metode dan evaluasi pendidikan seni rupa yang digunakan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memerankan dirinya dalam kehidupan masyarakat dan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan, tuntutan dan perubahan serta perkembangan seni rupa sesuai dengan perguliran zaman.

      Seniman Patung Modern

      Dalam perkembangan seni rupa modern, abstrakisme yang menjadi salah satu alur perkembangannya yang utama, bermula pada patung-patung Pablo Picasso yang mengadaptasi bentuk-bentuk patung primitif Afrika. Dalam seni rupa modern Indonesia, para pematung tidak hanya sekedar mengekspresikan manifestasi alam yang indah seperti apa adanya kedalam karya, akan tetapi juga mengekspresikannya dari hasil simplifikasi alam dengan hanya menangkap hakikat dari obyek, sehingga memunculkan karya-karya dalam wujud abstrak, yang diungkapkan lewat ‘tanda-tanda’ visualnya. Seorang seniman biasanya merasa sulit untuk melepaskan diri dari ikatan sosial yang ada disekitarnya. Oleh karena itu seorang seniman modern dengan sadar berusaha membebaskan dirinya dari ikatan tersebut, dalam hubungannya dengan tanggapan terhadap obyek karyanya. Cara menghayati karya-karya abstrak adalah melalui pemahaman terhadap tanda-tanda visual yang ada dalam karya tersebut dimana tanda yang digunakan mencakup suatu representasi dan interpretasi, suatu denotatum dan suatu interprant. Penafsiran terhadap tanda-tanda visual tersebut sesuai dengan ground pribadi masing-masing pengamat, dengan kata lain, karya seni modern ‘terbuka’ bagi interpretasi.
      Para seniman yang membuat karya patung modern bukan digunakan sebagai seni pakai tetapi lebih cenderung kepada seni murni dengan berbagai tehnik, corak maupun tema. Beberapa contoh diantaranya yaitu:

      Rita Widagdo
      Rita widagdo adalah seorang seniman yang tetap konsisten bertahan pada jalur abstrak, atau tepatnya lagi ‘abstrak murni’. Sejak awal sampai sekarang boleh dikatakan karya-karya Rita Widagdo tidak pernah sedikitpun menampilkan bentuk yang umum dikenal seperti bentuk-bentuk yang ada di alam. Ia mengolah elemen-elemen rupa tri-matra seperti; garis, bidang, ruang, dan memperlakukan unsur-unsur rupa tersebut sebagaimana adanya – tidak mewakili konsep atau pengertian tertentu. Semua karyanya digarap dengan sangat ‘perfect’ dan tampil ‘elegant’. Ia berkarya dengan memilih bentuk persegi empat, bulatan, atau silinder, maupun bentuk geometrik lainnya yang tidak merujuk pada tiruan bentuk alam. Apa yang ditampilkan / visualisasikan Rita adalah ‘nilai-nilai’ yang seakan-akan adalah sesuatu yang dianggap dapat mengikat suatu komuniti tertentu. melalui ungkapan yang bermakna objektif.
      Karya-karya pada masa awal sekitar tahun 1970 seperti; “Line and Form” (1970), “The Open Self” (1972), “Roundness” (1978), menampakkan kecenderungan pada permainan bidang dengan susunan bidang setara. Pada masa itu ia sudah menghasilkan karya relief dengan menggarap kemungkinan bidang yang ‘seolah datar’ namun muncul dalam dimensi dan ruang yang nyata – bukan lagi ilusi seperti karya dwi-matra. Dalam hal pewarnaan, Rita selalu memilih warna yang cenderung senada yang bersifat qualisign, dan itu tampak mencolok pada “From Two Dimensional to Three Dimensional” yang dibuat dengan bahan baja tahan karat.

            G. Sidharta
      G.Sidharta adalah pematung modern yang dikenal memberontak pada paham modern dengan mewarnai karya-karya patungnya (yang dianggap tidak setia terhadap watak bahan). Sejumlah karyanya juga mengandung cerita yang dihindari oleh umumnya para seniman modern. Kehadiran ornamen (pola-pola etnik) dan sapuan warna dalam karya patungnya ternyata tidak saja memperkaya perkembangan, tetapi juga melahirkan friksi-friksi tajam dalam wacana seni rupa. Karya-karya Sidharta menyiratkan ‘nafas tradisi’ yang sangat kuat. Perjumpaan Sidharta dengan modernisme – menimba ilmu di ASRI Yogyakarta dan Jan van Eyck Akademie voor Beeldende Kunsten Maastricht, Nederland – tak menepis seni tradisi dalam karyanya.
      Sebagian besar karya Sidharta diungkapkan dengan menggunakan sistim penandaan yang bersifat qualisign dan sebagian lagi dengan memanfaatkan sistem penandaan ikonogafi. Dalam karyanya yang berjudul “Tumbuh Lima Duabelas Berkembang” (1986) Sidharta tidak lagi terikat pada media dan rumus-rumus seni yang konvensional. Ia berusaha mengungkapkan irama dalam ruang dengan gerak tegak secara legisign berbentuk tiang dan mengaitkan diri dengan jalur kehidupan tradisi, selain tetap berdiri di alam kehidupan masa kini. Tanda-tanda visual yang hadir dalam karya tersebut bersifat qualisign.
      Disamping Sidharta memanfaatkan tanda-tanda visual secara qualisign, ia juga banyak menghadirkan sifat ikonografi atau bahkan gabungan dari kedua sifat tersebut dalam karya patungnya. Misalnya patung yang bejudul “Keseimbangan dan Orientasi” (1996) dan “Dewi Kebahagiaan III” (1999). Dalam pengolahan bentuk patung ini bersifat ikonografi, walau tidak lagi hadir dalam wujud realis. Namun dalam memanfaatkan warna tidak lagi ikonografi akan tetapi lebih bersifat qualisign.

      Arby Samah
      Cara cipta baru dalam seni patung di Yogyakarta dari paham teori imitasi ke teori formalis dirintis oleh Arby Samah, Edhi Sunarso dan Budiyani, disamping tentu saja mendapatkan pengaruh tidak langsung dari buku Barat. Arby Samah dilahirkan 1 April 1933 di Pandai Sikek, Sumatera Barat. Ide, tema serta pengolahan bahan berkarya, diekspresikan dalam wujud-wujud simbolik. Arby selalu mengambil ide-ide berkarya dari berbagai peristiwa yang mampu menggugah hati dan pikiran yang ia temui disekelilingnya. Ia meng-interpretasi-kan suasana mental dari apa yang ia lihat secara kasat mata kedalam wujud karya yang tidak lagi bersifat realis, namun mengolah bentuk dengan cara mereduksi sejumlah elemen realis menjadi bentuk dan gerak yang lebih sederhana.
      Semua karya patung Arby diwujudkan dalam bentuk abstrak figuratif dan ikonografi dari referent yang dipilih. Bentuk-bentuk yang hadir diolah dari gerak atau sifat dasar dari bentuk figur yang ingin diungkapkan. Sebagai contoh karya yang berjudul “Sujud” (1965), ide tersebut sudah ada sebelum karya diciptakan. Tanda visual yang hadir memvisualisasikan ide, maksud dan juga pesan yang diinginkan Arby dan olahan bentuk dibuat secara simbolik dengan arah horizontal namun secara ikonografis masih dapat ditangkap bentuk gerakan seseorang yang sedang melakukan gerakan bersujud.
      Ciri khas dari karya Arby berbentuk pipih dan dari bahan kayu. Jika patung secara logika harus bisa dinikmati dari segala arah pandang, namun semua karya patung Arby cenderung hanya bisa dinikmati dari dua arah saja yaitu muka-belakang. Namun hal itu bukan berarti karya Arby ‘tidak bagus’ karena pada dasarnya dalam seni modern yang diutamakan adalah masalah inovasi dan kebaruan. Dalam hal ini Arby telah melakukan hal tersebut karena dengan cara mengolah bentuk yang demikian justru belum ada atau bahkan mungkin tidak pernah dilakukan oleh pematung lain.

      Nyoman Nuarta
      Seperti kebanyakan seniman Bali, Nyoman Nuarta adalah seorang seniman kontemporer yang tidak pernah melepaskan bingkai kesenian dalam tradisi Bali. Meskipun ia seniman yang mendapat pendidikan Barat, persepsinya tentang seni rupa sangat diwarnai prinsip-prinsip kesenian Bali. Karya-karya Nuarta adalah karya-karya kontemporer, namun idiom dan makna karyanya tidak bisa dipahami tanpa mengkaji perkembangan seni rupa Bali.

      Ragam, corak, alat, medium dan teknik patung modern

      Membuat karya seni patung itu termasuk dalam seni rupa, yang biasanya dibuat dengan cara dipahat, dibentuk dengan tanah liat atau dicetak. Karya seni patung itu sudah ada di seluruh dunia dan tidak hanya ada di Indonesia. Biasanya di setiap Negara bentuk patungnya berbeda-beda dan salah satunya karena dipengaruhi oleh agama. Contohnya saja seperti negara kita sendiri ada Candi Borobudur dan Candi Prambanan, candi itu dibuat karena dipengaruhi oleh agama. merika Serikat dengan patung Liberty dan masih banyak lagi yang lain.
      Patung-patung modern dapat bercorak tradisi dari berbagai wilayah. Perkembangan seni patung kini mengacu pada seni patung modern dan post-modern. Untuk itu dalam penggarapan patung modern perlu memahami adanya teknik anatomi, corak figuratif ekspresionis, transformatif, distorsif, dan realis.

      Bahan-bahan patung modern di bedakan:
      Lunak: tanah liat, malam/plastisin, sabun, tepung, karet, kertas, coklat, gips, semen, plastik, fiberglass, silikon dll Sedang: kayu sengon, kayu waru, kayu randu, kayu mahoni, es batu
      Keras: Jenis-jenis logam (besi, baja, perak dll), kayu jati, batu, tulang.

      Alat-alat:
      1. Butsir (untuk bahan tanah liat): alat membuat patung yang terbuat dari kayu dan kawat.
      2. Meja Putar: Meja yang dapat di gerakkan atau dengan cara memutar, fungsinya untuk memudahkan dalam mengontrol bentuk dari berbagai arah.
      3. Pahat: Alat yang terbuat dari logam yang ujungnya tajam. Jenisnya ada 2, yaitu: Pahat/tatah untuk kayu yang jumlahnya ada 32 buah. Pahat tatah untuk batu yang di sebut betel, jumlahnya sedikit.
      4. Ganden atau palu: pelengkap dari pahat, palu kayu biasanya di sebut ” GANDHEN”sedangkan untuk batu di sebut ”Martil” Cetakan: biasanya di gunakan untuk bahan patung yang cair (gips, semen, fiberglass, logam, plastik, karet)Kakak tua: pemotong kawat dalam proses pembuatan kerangka patung konstruksi
      5. Gergaji: pemotong kayu
      6. Sendok adonan: untuk mengambil adonan pada bahan patung
        dll

      Tehnik
      Tehnik adalah cara yang berkaitan dengan alat dan bahan, di bedakan menjadi 4, yaitu:
      1. Tehnik Membutsir
      2. Tehnik dengan cara memijit, menambah dan mengurangi bahan yang di bentuk dengan alat butsir (tanah liat, plastisin)
      3. Tehnik Memahat: tehnik dengan cara mengurangi (kayu dan batu)
      4. Tehnik Mencetak : ada 2 macam, yaitu: cetak tuang (cor) dan cetak tekan. Cetak cor biasanya di gunakan untuk bahan cair atau di cairkan (semeni, gips, logam, fiberglass)
      5. Tehnik Konstruksi: susunan atau bangunan, hal ini di lakukan dengan menyusun kerangka

      Fungsi Patung Modern
      • Patung Religi: patung yang di gunakan sebagai media /sarana beribadah dan bermakna religius (bagi kepercayaan tertentu)
      • Patung Monumen: patung yang di gunakan untuk sebagai memperingati jasa atau sebuah peristiwa yang bersejarah.
      • Patung arsitektur: patung yang merupakan bagian dalam susunan / konstruksi bangunan.
        Patung dekorasi: patung untuk menghias bangunan atau memperindah lingkungan. Contohnya: taman
      • Patung seni: patung yang di buat untuk di nikmati keindahan bentuknya.
      • Patung kerajinan: patung di buat sebagai hasil kerajinan, di buat/ di produksi masal. Contoh: sovenir

      Corak Patung
      Corak patung berdasar masa dan jenis:
      • Patung primitif. Patung primitif cirinya: bentuk sederhana, bahannya mudah di dapat dari alam(batu, kayu), animisme dan dinamisme, magis(tidak berdasarkan masa). Contohnya: Patung Asmat (Papua), Patung pada makam di Sulawesi Selatan (Toraja)
      • Patung Klasik: Patung masa klasik pada masa Hindhu-Budha. Contohnya: Candi Prambanan, Borobudur dll Patung Modern: Pada perwujudannya di bagi 3, yaitu:
      • Corak Imitatif (Realis/Representatif). Corak yang dalam perwujudannya mirip dengan yang ada di alam(manusia, binatang, tumbuhan) dan fisioplastis atau anatomi, proporsi maupun gerak. Tokohnya ini adalah: Hendra, Trubus, Saptoto dan Edi Sunarso. Contoh: Patung Pahlawan Revolusi, Panglima Sudirman dll
      • Corak Deformatif. Corak yang bentuknya yang di rubah dari bentuk aslinya tetapi tidak meninggalkan bentuk aslinya. Bentuk alam di olah di gubah menurut imajinasi, atau hayalan pematung. Perubahan itu masih terkait masih terkait sifat-sifat fisik. Tokohnya: But Mochtar, G. Sidharta. Contoh: Patung yang di gunakan pada film, Aliens
      • Abstrak (Nonfiguratif). Corak yang tidak menampilkan sosok/ figut tertentu tetapi lebih menekankan pada isi atau makna. Biasanya bentuknya minimal dan di pengaruhi oleh patung konsrtuksi. Tokoh-tokohnya: G. Sidharta, Rita Widagdo. Contoh: Patung peringatan Hirosima-Nagasaki

        Ragam Patung
      1. Patung Dada: Patung yang di buat dari kepala sampai batas dada
      2. Patung Torso: Patung yang di buat terdiri dari bagian-bagian tubuh (tangan, leher ke dada, dll) biasanya di gunakan untuk pameran perhiasan, busana
      3. Patung lengkap:
      Free Standing: patung yang dibuat utuh dari kepala sampai kaki dengan posisi berdiri
      1. Relief: patung 3 dimensi terlihat 2 dimensi dengan ketebalan pada permukaanya.

      Contoh sederhana cara pembuatan patung modern dengan bahan:
      1. Tanah Liat
      Untuk membuat patung dari tanah liat menyiapakan alat butsir dan air, kemudian alas atau meja putar dan gambar rancangan yang di buat. Tanah liat ditempatkan di alas/ meja putar
      lalu dipijat-pijat sesuai kreatifitas sampai pada bentuk global yang di inginkan. Apabila bahan kurang maka di tambah, jika lebihpun harus di kuarangi. Setelah itu di sempurnakan dengan alat bantu butsir dengan cara merapikannya, lalu memberikan sentuhan akhir patung yang sudah terbentuk dengan menghaluskan ( air atau di bersihkan sisanya dengan kuas).
      2. Semen, Pasir, dan Gips

      Untuk membuat patung dari bahan,semen, pasir dan gips di perlukan tehnik mencetak. Pertama menyiapkan semen dan pasir yang sudah di saring, cetakan, ember, sendok adonan dan tali karet (ban bekas). Cetakan kemudian di ikat dengan tali karet (ban bekas), baru menyiapkan adonan semen, pasir dan air secukupnya, aduk, tuangkan adonan ke dalam cetakan hingga penuh. Kemudian direndam di air selam + 2 hari, lalu dibuka ikatan tali karet dan cetakan di buka perlahan-lahan. Setelah itu sentuhan patung di haluskan.