Wednesday, May 15, 2019

MENGANALISIS DAN MENGEKSPLORASI KARYA SENI BUDAYA NUSANTARA



1. Pengertian seni rupa Nusantara
Seni rupa Nusantara adalah seni rupa yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Ini bukan berarti seni rupa tersebut hanya ada satu jenis di Indonesia, seni tersebut sangat beragam di setiap daerah yang ada di wilayah Indonesia. Hal tersebut terjadi karena Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat kaya. Keragaman yang ada dapat berupa keragaman teknik, gagasan, corak, maupun keahlian masyarakat di daerah tersebut. Karya seni rupa Nusantara merupakan perwujudan dari pola hidup, kepercayaan, dan nilai-nilai yang ada di masing-masing daerah.
Perkembangan seni rupa Nusantara tidak lepas dari perkembangan peradaban bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah mengenal seni rupa sejak jaman prasejarah. Kemudian semakin berkembang dengan adanya pengaruh agama Hindu dan Buddha di Indonesia. 
Dan selanjutnya semakin bervariasi sejak masuknya agama Islam, agama Kristen, dan kolonialisme.

2. Fungsi Seni Rupa Nusantara.
Secara umum, fungsi utama seni rupa nusantara yaitu:
a. Fungsi praktis (kegunaan), adalah fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan benda pakai atau yang biasa disebut seni rupa terapan. Contoh: peralatan makan, meja, kursi, tempat tidur, pakaian, dan sarana persembahyangan.
b. Fungsi estetis (keindahan), adalah fungsi yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan benda hias atau yang biasa disebut seni rupa murni. Contoh: patung, arca, lukisan, dan ukiran.
c. Contoh Seni Rupa Nusantara.
Berikut adalah beberapa contoh seni rupa Nusantara:
1. Rumah adat adalah bangunan tradisional yang berfungsi sebagai tempat tinggal. Setiap daerah di Indonesia memiliki corak rumah adatnya masing-masing.
2. Patung adalah seni pahat dan ukiran berbentuk tiga dimensi yang biasanya menggunakan media batu atau kayu. Patung kebanyakan mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu.
3. Anyaman adalah kerajinan yang dibuat dengan cara susup menyusup atau silang menyilang antara pakan dan lungsi. Anyaman dapat dijadikan keranjang atau mebel.

3. Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Nusantara.
Karya seni rupa Nusantara dibuat dengan berbagai ragam teknik sesuai dengan keterampilan masyarakat di masing-masing daerah. Berikut adalah beberapa tekniknya:
a. Teknik menggambar yang meliputi linier, blok, dusel, pointilis, aquarel, dan plakat.
b. Teknik membuat patung yang meliputi membutsir, cetak, cor, pahat, dan konstruksi.
c. Teknik membatik.
d. Teknik grafis yakni dengan mencetak.
e. Makna dalam Karya Seni Rupa Nusantara.
Karya-karya seni rupa Nusantara sarat akan makna. Makna tersebut dapat dilihat dari bentuk, ukuran, motif, pemilihan warna, simbol, dan corak. Setiap daerah memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan makna ke dalam karya seni rupa.

MENGEKSPLORASI KARYA SENI BUDAYA NUSANTARA
Contoh karya seni rupa Nusantara : 
1. Rumah adat

Rumah joglo merupakan rumah adat Jawa Tengah yang dibangun berlandaskan keyakinan atau filosofi jawa. Penyebutan rumah joglo terjadi akibat bentuk atap rumah joglo yang menyerupai dua gunung atau taJUG LOro (JUGLO) dan berkembang penyebutannya menjadi Joglo. Penggunaan gunung diyakini oleh masyarakat Jawa saat itu sebagai tempat suci atau rumah para dewa. 
Tidak hanya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta pun memiliki rumah joglo dengan cirri khas daerahnya masing-masing. Ciri khas rumah joglo secara umum yaitu memiliki pekarangan yang luas dan lapang tanpa dibatasi oleh sekat, bangunannya berbentuk persegi panjang, memiliki tiga pintu depan dan terdapat tiang yang disebut Soko Guru atau Saka Guru. Denah utama rumah Joglo terdiri dari tiga bagian utama yaitu, Pendhapa atau Pendopo, Pringgitan dan Omah Dalem atau Omah Njero dan bagian tambahan lainnya. Berikut ini skema sederhana rumah Joglo.
Umumnya rumah Joglo dibangun menggunakan kayu jati berkualitas tinggi sehingga awet tetapi juga mahal. Oleh karena itu dahulu rumah Joglo hanya mampu dibangun untuk masyarakat kalangan atas. 
Rumah Joglo lebih dikenal dengan tiang soko guru dan tumpang sarinya. Tiang Soko Guru atau Sakaning Guru merupakan empat buah tiang penopang atap yang berada dibagian tengah pendhapa dan lebih tinggi dari tiang-tiang lainnya. Selain fungsinya sebagai penopang atap dan penyangga tegaknya rumah, masing-masing tiang ini juga menjadi simbol empat arah mata angin yang mewakili empat esensi kesempurnaan hidup dan esensi dari sifat manusia. Tiang soko guru ini terletak dibagian pendopo terdiri bersama dengan tiang pangarak atau tiang samping yang menopang bagian lain pendopo.
Walaupun berfungsi sebagai penopang atap, tiang-tiang soko guru ini tidak langsung bersentuhan dengan atap, akan tetapi menempel pada suatu undakan - undakan atau balok-balok yang bersusun dan memiliki pola piramida terbalik atau brunjung, yaitu semakin ke bawah semakin mengecil atau yang biasa dikenal dengan tumpang sari. Selain bentuk brunjung atau piramida terbalik, sekarang ini banyak juga tumpang sari yang berbentuk menyerupai piramida dimana susunan balok semakin ke atas semakin mengerucut. Tumpang sari ini berfungsi untuk menopang bagian langit-langit Joglo (pamindhangan).
Selain tiang soko guru dan tumpang sari, tentu saja atap rumah joglo menjadi cirri khas utama rumah joglo. Penyebutan Joglo berdasarkan bentuk atapnya yang berbentuk gunung dan dinamakan Tajug, namun kemudian berkembang menjadi atap Joglo/Juglo yaitu singkatan dari Tajug Loro atau dua tajug yang digabungkan menjadi satu.
Atap rumah Joglo terdiri atas dua bagian, yaitu rangka atap dan penutup atap. Bahan yang umumnya digunakan untuk rangka atap Joglo yaitu kayu, baik kayu polos maupun yang dipenuhi ukiran, yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing penghuni. Sedangkan bahan penutup atap biasanya menggunakan genteng tanah liat dan atap sirap. 
Genteng tanah liat dihasilkan dari tanah liat yang ditekan kemudian dibakar. Kekurangan dari genteng ini adalah terjadinya perubahan warna dan munculnya jamur bila semakin lama digunakan. Sedangkan atap sirap terbuat dari kepingan tipis kayu ulin. Kelebihan penutup atap ini yaitu ringan, kuat, memantulkan panas sehingga membuat ruangan dibawah lebih sejuk dan membuat tampilan atap lebih cantik. Selain itu atap sirai mampu bertahan sampai 25 tahun bahkan bisa selamanya bergantung dari lingkungan, kualitas kayu yang digunakan, dan besarnya sudut atap.

2. Patung

Patung Selamat Datang adalah sebuah Patung yang terletak di tengah Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Indonesia. Patung ini berupa patung sepasang manusia yang sedang menggenggam bunga dan melambaikan tangan. Patung tersebut menghadap ke utara yang berarti mereka menyambut orang-orang yang datang dari arah Monumen Nasional. 
Sejarah Patung ini diperuntukan ketika tahun 1962, Jakarta menyambut tamu kenegaraan di Bundaran Hotel Indonesia. Ketika itu, Presiden Sukarno membangun Monumen Selamat Datang dalam rangka Asian Games IV yang diadakan di Jakarta. Para atlet dan official menginap di Hotel Indonesia dan bertanding di komplek olahraga Ikada, sekarang komplek Gelora Bung Karno, Senayan. 
Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Sukarno dan rancangan awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tinggi patung perunggu ini dari kepala sampai kaki 5 m, sedangkan tinggi seluruhnya dari kaki hingga tangan yang melambai adalah +-7 m, dan tinggi kaki patung adalah 10 m, dengan total keseluruhan +- 17 m. Pelaksana pembuatan patung ini adalah tim pematung Keluarga Arca pimpinan Edhi Sunarso di Karangwuni. Pada saat pembuatannya, Presiden Sukarno didampingi Duta Besar Amerika Serikat, Howard P. Jones beserta para menteri sempat berkunjung ke sanggar Edhi Sunarso. Pembuatan Patung ini memakan waktu sekitar satu tahun. Patung Selamat Datang kemudian diresmikan oleh Sukarno pada tahun 1962.
Patung Selamat Datang terletak di pusat Bundaran Hotel Indonesia atau Bundaran HI. Dinamakan demikian karena letaknya yang dekat dengan Hotel Indonesia. Ejaan lain yang diterima adalah Bunderan HI, yaitu bahasa yang lebih dekat dengan Bahasa Jawa-Betawi, dialek yang lebih dekat dengan identitas Jakarta. Bundaran ini terletak di tengah persimpangan jalan M.H. Thamrin dengan Jalan Imam Bonjol, Jalan Sutan Syahrir, dan Jalan Kebon Kacang. Pada tahun 2002, Bundaran Hotel Indonesia direstorasi oleh PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama dengan penambahan air mancur baru, desain kolam baru, dan pencahayaan. Setelah Era Reformasi, Patung Selamat Datang yang terletak di Bundaran HI menjadi tempat populer untuk melakukan aksi orasi. Setiap hari minggu pagi, saat dilaksanakan Jakarta Car Free Day, bundaran ini dipenuhi oleh orang yang berolahraga, bersepeda, maupun pedagang kaki lima.

3. Anyaman
a) Sepatu 
  
Untuk permukaan kulit sepatu, berbagai jenis kain biasanya menjadi material utama. Jika ingin mencari sepatu etnik, batik hingga tenun menjadi primadona karena seakan menampilkan budaya lokal khas Indonesia. Hal inilah yang tidak sepenuhnya diterima oleh Dyah Chandra yang berasal dari Kalimantan Tengah. Menurutnya, batik maupun tenun bukanlah kearifan lokal yang dimiliki Kalimantan, walaupun ditampilkan dengan motif ala suku Dayak. 
Ia pun memilih rotan, yang dianggap sumber daya yang melimpah di Kalimantan, untuk dijadikan material utama berbagai produk handmade yang dibuatnya. Namun yang unik, Dyah Chandra tidak hanya mengaplikasikan anyaman rotan dalam bentuk tas rotan yang sudah umum, melainkan juga sepatu! Ya, sepatu-sepatu dari anyaman rotan dari pengrajin asal Palangkaraya ini bisa digolongkan sebagai sepatu etnik karena menampilkan motif-motif Dayak yang begitu kental. Mitos bahwa permukaan sepatu haruslah berasal dari kain luntur sudah. Buktinya, fungsi kain tersebut bahkan bisa dengan mudah digantikan oleh anyaman rotan.
b) Kap lampu

Selain kayu maupun bambu, anyaman rotan menjadi pilihan lain untuk dijadikan kap lampu cantik yang siap menghiasi berbagai ruangan di rumahmu. Menampilkan kesan alami yang begitu kuat, jenis kerajinan dari rotan yang satu ini bahkan pamornya sudah melebihi kap lampu dari kayu.
Besarnya minat orang terhadap kap lampu dari anyaman rotan bukan sekadar dari bentuknya yang cantik dan terkesan alami. Nyatanya, kap lampu dari sumber daya yang satu ini menjadi pilihan karena mampu memancarkan cahaya maksimal dari sumber cahaya. Ini karena anyaman rotan cenderung memiliki celah yang lebih lebar antar lembarnya dibandingkan anyaman bambu ataupun kayu. Jadi, kap lampu dari rotan sangat tepat buat kamu yang membutuhkan cahaya terang, namun ruangannya ingin tetap terlihat sejuk dan alami.

No comments:

Post a Comment