Klasifikasi Karya Seni Rupa Murni dan Terapan Berdasarkan Sejarahnya
Sejarah perkembangan seni rupa di wilayah Indonesia atas dasar sosial budaya bangsa Indonesia, melalui berbagai kurun waktu periode zaman. Perjalanan sejarah seni rupa di Indonesia dapat digolongkan menjadi empat zaman yang menghasilkan corak ragam untuk kesenian (seni rupa).
Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Zaman Prasejarah;
2. Zaman Hindu-Budha;
3. Zaman Islam;
4. Zaman Modern.
1. Zaman Prasejarah
Walaupun tidak ditandai dengan peninggalan karya yang indah, perkembangan seni zaman prasejarah merupakan tonggak bukti keberadaan seni sebagai modal dasar perkembangan seni di Indonesia.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang yang begitu kuat dianut menimbulkan karya seni yang simbolik atau perlambang. Seni tercipta bukan dari rasa estetis, namun dari dorongan kepercayaan sehingga seninya bersifat magis religius.
Berdasarkan peninggalannya, zaman prasejarah digolongkan menjadi :
a. Zaman Batu
1) Zaman Batu tua (Paleoitikum)
2) Zaman batu tengah (Mesolitikum)
3) Zaman batu muda (Neolitikum).
b. Zaman Logam
1) Zaman Tembaga
2) Zaman Perunggu
3) Zaman Besi
c. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Penjelasan mengenai ketiga zaman tersebut adalah sebagai berikut.
a. Zaman Batu
Kehidupan manusia prasejarah, mempunyai tradisi hidup yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga karya yang ditinggalkan tidak begitu banyak, hanya ditemukan alat-alat perkakas sederhana untuk kepentingan hidup seperti kapak batu.
Naluri kehidupan mereka yang sederhana tercermin dari karya peninggalannya. Kebiasaan untuk selalu pindah tempat tinggal meninggalkan bekas berupa torehan dengan warna khas.
Pada gua-gua purba seperti gua Leang-Leang diSulawesi Selatan dan gua Abba di Papua dapat kita temukan karya-karya mereka.
Pada gua leang-Leang di Sulawesi Selatan terdapat gambar babi hutan yang terluka pada lehernya, dan disisi lain terdapat gambar telapak tangan dengan warna khas merah, putih, dan hitam dengan teknik semprot, yang ditafsirkan oleh para ahli sebagai rasa duka cita terhadap suami yang meninggal.
b. Zaman Logam
Pada zaman ini manusia Prasejarah sudah mulai membuka diri untuk menerima peradaban dunia luar, karena zaman ini terkena pengaruh kebudayaan Dongson dari daratan Cina Utara dekat teluk Tong Sin.
Peninggalan zaman ini berupa Nekara, kapak, dan bejana dengan teknik cor atau cetak Nekara. Cetak Nekara adalah suatu benda pusaka yang bentuknya seperti periuk (kuali, dandang = Jawa) uang digunakan untuk upacara-upacara adat, dipukul seperti genderang. Selain digunakan untuk upacara adat, cetak Nekara juga digunakan sebagai mahar atau emas kawin, khususnya Moko yaitu nekara yang berasal dari pulau Alor.
Zaman perunggu tidak memiliki banyak peninggalan karena kurun waktunya yang pendek. Pada zaman besi, contoh peninggalannya berupa kapak, yaitu kapak kebesaran dari pulau Roti untuk upacara adat. Keistimewaannya adalah tangkai dan mata kapak menjadi satu dengan tehnik cetak yang dihiasi ornamen yang menarik. Selain kapak dari Pulau Roti, kapak Candrasa dari Yogyakarta juga tidak kalah uniknya.
c. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Arca
Menhir
Sarcophagus
Dolmen
Telah disinggung didepan bahwa manusia prasejarah hidup berpindah-pindah sehingga peninggalannya tersebar dimana-mana.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang begitu kuat dianut, oleh karena itu hasil karyanya berkisar pada pemujaan roh leluhurnya. Hasil-hasil tersebut antara lain :
1) Menhir;
2) Sarcophagus;
3) Dolmen;
4) Punden berundak;
5) Arca
a. Menhir
Menhir adalah tugu batu besar sebagai lambang nenek moyang dan tempat pemujaan.
b. Sarcophagus
Sarcophagus adalah kubur yang berbentuk seperti peti (lesung = Jawa) lengkap dengan tutupnya.
c. Dolmen
Dolmen adalah batu besar yang ditata menyerupai meja lengkap dengan penyangga terdiri dari batu kecil yang berguna untuk penempatan sesaji.
d. Punden berundak
Punden berundak adalah bangunan yang terdiri dari susunan batu-batu yang disusun semakin meninggi (menyerupai candi), sebagai pemujaan roh nenek moyang.
e. Arca
Penciptaan arca yang sederhana dan simbolik atau perlambang dari nenek moyang, biasanya digunakan sebagai lambang ketua suku atau orang yang berpengaruh dalam kesukuannya dan mempunyai kesan magis religius atau spiritual.
2. Zaman Hindu dan Budha
Masuknya agama Hindu dan Budha di Indonesia membawa pengaruh kebudayaan, yang akhirnya bercampur dengan kebudayaan sebelumnya, sehingga melahirkan kebudayaan baru. Dalam perkembangannya, kebudayaan Hindu yang telah berbaur tersebut melahirkan karya-karya seni rupa yang bercorak keagamaan. Peninggalan tersebut antara lain berupa :
a. Candi
Bangunan candi bagi agama Hindu berfungsi sebagai tempat makam (abu jenazah) para raja. Dalam agama Budha candi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Candi yang terkenal adalah Candi Cangkuan di Garut Jawa Barat. Dalam perkembangannya, di temukan banyak bangunan candi di Jawa Tengah yang dibangun lebih awal daripada yang di Jawa Timur.
Pada prinsipnya, struktur bangunan candi terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
1) Kaki candi (prasada), tempat menyimpan abu jenazah;
2) Badan atau tubuh candi (garbhagrha);
3) Kepala candi (sikara).
Di puncak candi terdapat hiasan yang disebut mahkota. Untuk candi Hindu berbentuk Utpala lingga, sedangkan untuk candi Budha berbentuk stupa, ratna, dan amakala.
Candi-candi di Jawa Tengah antara lain, candi Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, Sojiwan, Kalasan, Prambanan (Loro Jonggrang), Pringapus, Selogriyo, Gedung Songo, Ceto, Sukuh, Sari, dan Baka.
Candi-candi di Jawa Timur antara lain adalah candi Singosari, Jawi, Jati, Rimbi, Penataran, Tiga Wangi, Surowono, Jabung, Badut, Songgoriti, gunung Gangsir, Belahan, Jolo Tundho, Selomangleng, kidal, dan Jago.
Dalam perkembangannya, pembuatan candi memakai hiasan dan ornamen yang menggambarkan kejadian-kejadian atau peristiwa tentang kehidupan manusia.
b. Seni Hias Candi
Terdapat dua macam seni hias yang terdapat pada candi, yaitu
1) Hiasan yang berfungsi sebagai penguat bangunan, contohnya
a) Patung Singa pada sudut bangunan candi Penataran;
b) Dwarajala, hiasan kepala ular yang berfungsi sebagai talang air;
c) Artefak, hiasan pengunci bangunan candi.
2) Hiasan murni untuk memperindah bangunan candi, contohnya
a) Kala : hiasan kepaa raksasa diatas pintu masuk;
b) Makara : Hiasan disamping kanan kiri pintu masuk sebagai bingkai pintu;
c) Relief : Pahatan (gambar) yang ada pada dinding candi.
c. Corak Candi
1) Candi-candi Jawa Tengah yang dibangun pada abad 8-10 M melahirkan tiga corak, yaitu corak Dieng, corak Sailendra, dan corak Restorasi.
2) Candi-candi Jawa Timur yang dibangun pada abad 10-16 M memiliki enam corak, antara lain corak Jawa Tengah di Jawa Timur, corak Jawa Timur awal, corak Kediri, corak Singasari, corak Majapahit, dan corak Jawa Timur akhir.
Perbedaan Candi Daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur
No.
|
Keterangan
|
Jawa Tengah
|
Jawa Timur
|
1.
|
Bentuk
|
Proporsi besar dan tambun
|
Langsing meninggi
|
2.
|
Susunan
|
Bagian terpenting candi diletakkan ditengah
|
Jika bagian itu ada maka diletakkan pada bagian belakang
dan menempel pada dinding candi
|
3.
|
Ragam hias
|
Kala Makara sebagai hiasan bingkai pada pintu masuk
candi.
Relief tinggi dan bercorak realis.
|
Bentuk Makara diganti dengan naga dan Kala berahang
bawah (Banaspati)
Relief rendah dan bercorak dekoratif.
|
4.
|
Bahan
|
Batu andesit atau batu kali
|
Batu bata merah
|
Selain candi peninggalan seni rupa Hindu dan Budha, peninggalan lainnya antara lain berupa :
1) Seni bangunan Stupa (tempat pemujaan agama Budha);
2) Vihara (Bhihara) sebagai asrama tempat para biksu atau pendeta;
3) Pemandian;
4) Pertapaan seperti di gua Gajah Bali;
5) Istana (Keraton);
6) Seni patung yang berfungsi sebagai hiasan candi dan alat pembantu konsentrasi dalam semadi. Bahan pembuat patung terdiri dari batu andesit dan logam (perunggu, tembaga, dan emas);
7) Seni hias atau ragam hias yang banyak terdapat pada dinding candi, rumah adat, hiasan keris atau senjata tajam, dan kain bahan pakaian.
3. Zaman Islam
Perkembangan Islam di Indonesia yang melalui India juga mempengaruhi kultur sosial yang kuat dan memberikan peninggalan-peninggalan seni.
a. Mengenal Perkembangan Karya Seni Rupa Islam di Indonesia
Masuknya agama Islam di Indonesia juga menyebabkan adanya perubahan budaya termasuk juga keseniannya.
Sultan atau raja yang memeluk agama Islam menghapuskan pemujaan terhadap arwah. Sultan sendiri bukan di anggap sebagai titisan dewa, sehingga baginya tidak didirikan candi-candi setelah ia wafat, seperti halnya raja-raja Hindu.
Dengan demikian maka aktivitas seniman dalam seni bangunan, seni pahat atau seni ukir dari batu menjadi berkurang.
Para seniman yang masih bertahan berkesempatan membuat bangunan-bangunan, ukiran-ukiran dari kayu-kayu untuk masjid (yang umumnya terbuat dari kayu, kecuali pada bagian pintu gerbang dan dinding halaman sering masih dikerjakan dengan batu) yag kadang-kadang diambil dari bentuk bangunan candi. Lebih dari itu masih di persempit lagi dengan adanya keseganan atau larangan untuk menggambarkan mahluk hidup. Hal ini hampir-hampir menghentikan aktivitas seni lukis dan seni memahat.
Kalau kesenian Islam di luar negeri seperti Persia, India, Turki, Mesir, dan lain-lain dapat berkembang mencapai tingkat tinggi, maka kesempatan itu rupanya tidak dimungkinkan bagi kesenian Islam Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena beberapa faktor sebagai berikut:
1) Sering terjadi perebutan kekuasaan antara raja-raja Hindu dengan para Sultan;
2) Adanya penjajahan oleh bangsa asing;
3) Keadaan ekonomi yang kurang baik.
Bila kita teliti secara benar pada masa yang bersamaan dengan perkembangan seni Islam di Indonesia, masyarakat kita sedang sibuk mengembangkan seni daerahnya masing-masing. Inilah salah satu faktor mengapa kesenian Islam Indonesia tak dapat berkembang secara wajar.
b. Seni Bangunan Masjid
Masuknya agama Islam ke Indonesia melalui India membawa pengaruh yang sangat besar dalam kultur sosial masyarakat.
Seni bangun Masjid di Indonesia mendapat pengaruh dari kebudayaan sebelumnya, yaitu dari kesenian hindu, seni tradisional daerah, dan lain-lain.
Contoh :
1) Masjid Demak mendapat pengaruh dari seni bangun Jawa, yaitu rumah tumpang. Hal semacam ini dapat kita lihat pada relief candi Borobudur dan Jago;
2) Menara Kudus terkena pengaruh Hindu, yaitu bentuk menara yang menyerupai candi Jawa Timur;
3) Menara Masjid Banten mendapat pengaruh dari seni bangun Belanda.
Di barat seperti Turki dan Spanyol, umat Islam dapat menempati gereja-gereja sebagai tempat ibadah. Tetapi di Indonesia yang sebelumnya adalah umat Hindu, umat Islam tidak bisa menempati candi-candi sebagai tempat ibadah karena ruang candi sempit. Maka di pilih bangunan bentuk pendapa sebagai tempat bersembahyang dengan menutup keempat sisinya dengan dinding.
Dinding bagian barat di buat mihrab untuk tempat imam. Di tambah syarat lain seperti kolom tempat wudu, mimbar tempat khutbah, bedug, dan lain-lain.
Akhirnya setelah melalui proses pembentukan yang sesuai dengan kondisi Indonesia, berdirilah masjid-masjid di beberapa tempat yang pada umumnya berbentuk sebagai berikut :
1) Bentuk denah bangunan bujur sangkar;
2) Atapnya berbentuk tumpang atau susun seperti meru di Pura Bali;
3) Keempat sisi bangunan berupa dinding agar dalam melaksanakan ibadah dapat khusyuk dan tenang;
4) Di Jawa, bagian depannya biasa diberi tambahan pendapa terbuka dengan atap berbentuk limas sebagai serambinya, yang dipergunakan untuk musyawarah, pengajian-pengajian, dan sebagainya;
5) Menghadap ke timur, sebab dalam menjalankan solat menghadap kiblat Kabah (di Makkah).
Perkembangan seni dekorasi atau ragam hias tidak dapat berkembang dengan baik seperti di luar negeri.
Ragam hias tidak banyak ditemukan, hanya pada masjid Mantingan Jepara yang di temukan relief berupa kera yang digayakan (stilasi) menyerupai daun. Perkembangan ragam hias Islam dititikberatkan pada penulisan indah. Kaligrafi banyak terdapat pada masjid-masjid dan bahkan sekarang berkembang pada seni lukis dan seni kerajinan.
Masjid Menara Kudus, bentuk menaranya adalah arsitektur Hindu, diambil dari bentuk bangunan penggantung di Bali yang sekarang disebut Bale Zul-Zul.
c. Kaligrafi
Salah satu jenis karya seni rupa Islam yang menonjol adalah kaligrafi. Kaligrafi atau Calligraphy berasal dari bahasa Yunani (Callos = keindahan, Graphien = menulis). Jadi artinya ialah menulis indah. Untuk menulis indah ini di perlukan kecakapan dan alat khusus.
Dalam memperindah huruf tersebut tidak lepas dari selera dan imajinasi senimannya. Namun, meski bentuk tulisan tersebut diubah atau di gayakan , bentuk dasarnya harus tetap dapat dibaca oleh orang atau masih ada karakteristiknya.
Pada dasarnya dalam seni rupa Islam tidak ada peggambaran atau pelukisan sesuatu secara figuratif naturalistis (menggambar wujud manusia, binatang secara realis), umumnya bersifat ornamerik (hiasan). Dalam membuat kaligrafi biasanya diambil dari ayat-ayat Al Qua’an atau Hadis Nabi.
Kaligrafi yang baik akan menimbulkan situasi tenang dan khusyuk bagi penghayatnya. Hal ini disebabkan karena isinya didikung nilai seni (artistik) serta komposisi yang baik.
4. Zaman Modern
Perkembangan seni rupa modern di wilayah Nusantara tidak terlepas dari perkembangan seni rupa di Eropa. Perkembangan ilmu dan teknologi membawa dampak pada perkembangan seni rupa, yaitu lahirnya gagasan-gagasan baru yang berbeda dan berciri khusus. Perkembangan ilmu pengetahuan berbeda dengan seni rupa.
Ilmu pengetahuan berkembang sebagai lanjutan dari ilmu pengetahuan sebelumnya, sedangkan perkembangan seni rupa merupakan reaksi dari aliran sebelumnya, sehingga aliran satu dengan lainnya saling berbeda.
Seni rupa modern Indonesia diawali sejak Raden Saleh Syarif Bustaman menampilkan karya-karya dengan teknik dan pengertian cara Barat. Selanjutnya seni rupa modern Indonesia mengikuti dan menerima beberapa bahan atau aliran dari Eropa.
No comments:
Post a Comment