Sunday, August 14, 2016

Estetika Islam

Seni tidak lepas peranannya dalam kehidupan manusia, sebab manusia membutuhkan keindahan sedangkan keindahan itu di peroleh dari seni. Perwujudan keindahan melalui seni inilah yang merupakan bentuk atau ungkapan yang selalu hadir dan berperan dalam perkembangan setiap kelompok atau lapisan masyarakat. Namun citarasa keindahan yang dimiliki setiap kelompok masyarakat cenderung tidak sama, hal ini disebabkan oleh perbedaan dasar-dasar nilai pandangan hidup yang telah diyakini kebenarannya. Maka sesuatu itu disebut indah jika berada dalam kawasan dan mencerminkan suatu nilai.

Banyak para filsuf yang mempersoalkan tentang hakikat keindahan, namun yang mereka ungkapkan senantiasa berbeda satu sama lain sesuai dengan dasar-dasar nilai pandangan hidup masing-masing. Berkaitan dengan hal ini seorang filsuf Islam yakni Al-Ghazali menjelaskan tentang pemahaman keindahan . Ia menggunakan konsep ajaran Islam dalam merenungi keindahan secara kritis.
Di dalam agama Islam konsep beribadah mengandung arti yang sangat luas, hal ini bermakna bahwa segala kegiatan yang mencerminkan sikap tunduk pada Allah atau yang diridhoi atau disukaiNya adalah ibadah. Sumber dari ajaran Islam adalah kitab suci Al-Qur’an dan Hadist, dalam hadist Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan Dia menyukai keindahan” Sehingga dapat dikatakan bahwa Allah adalah dzat yang memiliki sifat indah, berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik pengertian bahwa Islam sangat memperhatikan masalah keindahan.
            Sifat indah dalam agama Islam memiliki nilai intrinsik yaitu bentuk keindahannya sendiri dan nilai ekstrinsik yaitu manfaat lain untuk kehidupan makhluk yang menikmatinya. Segala sesuatu yang indah itu tidaklah pernah sia-sia, dan Islam tidak menghendaki suatu keindahan yang sia-sia atau memiliki sifat merusak. Oleh karena itu nilai atau sifat keindahan yang di ekspresikan oleh manusia haruslah mengekspresikan nilai ibadah dan hal ini berhukum mubh (boleh). Namun dapat berubah menjadi haram ketika menimbulkan ketidak ridhoan Allah bahkan yang dapat berdampak negatif bagi pembentukan akhlak.
            Dalam mewujudkan keindahan merupakan hikmah tersendiri bagi umat, hikmah tersebut adalah terciptanya peluang pengembangan kreatifitas manusia dalam berkarya. Pentingnya pengembangan kreativitas ini juga tersirat dalam Al-Quran agar manusia menggunakan akal pikirannya dalam mempelajari kehidupan ini.

Al-Ghazali

Al-Ghazali lahir pada awal tahun 450 Hijriah atau 1059 Masehi di daerah Thus Khurosan Persia. Ia adalah seorang ulama, ahli ushul figh, sufi, sekaligus filsuf besar dengan buku-bukunya yang sangat banyak dan terkenal. Al-Ghazali selalu belajar secara kritis dan ia tidak puas dengan apa yang dipelajarinya, sehingga pada ahir kesimpulannya ia menyatakan  bahwa kehidupan utama dan bahagia adalah ma’riat kepada Allah, beribadah kepada Allah dan cinta kepasa Allah. Semboyan  misi Al-Ghazali yaitu kehidupan adalah cinta dan ibadah. Barang siapa taat kepada Allah ia akan merdeka dan bahagia, orang-orang yang jahat taat karena takut tetapi orang-orang saleh taat justru karena cinta.

Keindahan Islam dalam Perspektif Al-Ghazali

Pandangan-pandangan dan gagasan-gagasan Al-Ghazali tentang keindahan dikemukakan melalui buku Ihya Ulumiddin, Ettinghausen, dan encyclopedia of The World Art trjemahan Kadir. Menurutnya cinta terhadap Allah merupakan tujuan ahir dari semua tahapan, sebab segala sesuatu yang indah itu dicintai karena keindahan memberikan keenangan. Sedangakn keindahan suatu objek terletak pada perwujudan kesempurnaan yang dapat dilihat dan sesuai dengan fitrahnya. Disamping panca indra yang dipakai sebagai alat untuk menerima keindahan terebut ada indra keenam yaitu  jiwa (ruh, hati, akal, cahaya) yang dapat merasakan keindahan dunia dalam bersifat rohani, moral dan nilai keagamaan.
            Dari penjelasan Al-Ghazali terdapat dua sifat keindahan yaitu keindahan bentuk luar atau fisik (berdasarkan visi luar atau pancaindra) dan keindahan bentuk dalam atau hakiki (berdasarkan visi jiwa atau indra ke-enam) yang hanya dapat ditangkap oleh matahati dan cahaya visi dalam manusia. Namun visi dalam lebih kuat dari visi luar. Keindahan dalam atau yang hakiki bagi orang yang bertaqwa menurut Al-Ghazali terletak pada tiga prinsip: pertama pengetahuan(bentuk pengetahuan yang paling mulia adalah pengetahuan tentang Allah), kedua daya kesanggupan yang menuntun diri sendiri dan orang lain kearah kehidupan yang lebih baik dan menegakkan perintah agama, ketiga kemulyaan yang dapat mengatasi kesalahan dan kekurangan seta kecenderungan jahat. Karena ketiga prinsip tersebut hanya dapat ditemui secara sempurna pada Allah maka ungkapan keindahan atau hakiki seorang seniman yang sempurna mengarah pada Allah. Maka timbulnya cinta termasuk keindahan hanya apabila berkenaan dengan Allah. Terbukti bahwa keindahan perspektif Al-Ghazali tidak mengabaiakan keindahan visi luar yang berdasar prinsip-prinsip estetis, yakni harmoni, urutan, keserasian dan susunan keseluruhan.
            Keindahan diperlukan bagi manusia untuk memperoleh kehidupan yang bermakna, hal ini dapat dipenuhi melalui aktifitas berkesenian. Keindahan yang diciptakan manusia ini harus mampu mengungkapkan secara fisik ciri-ciri atau sifat-sifat harmoni dalam kebinekaan dan bineka dalam kesatuan dan memberikan manfaat bagi pembentukan akhlak yang mulia. Pada kesimpulannya keindahan adalah sesuatu yang dapat membangkitkan atau mengekspresikan rasa cinta yakni cinta kepada Allah yang penting untuk mencapai kebahagiaan

No comments:

Post a Comment