Wednesday, May 15, 2019

BEBERAPA PELUKIS YANG TERKENAL DI INDONESIA




1. Abdullah Suriosubroto (1878-1941)

Abdullah Suriosubroto lahir di Semarang pada tahun 1878. Ia adalah anak angkat dari Dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang Tokoh Gerakan Nasional Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis Indonesia pertama pada abad 20. Pada mulanya Abdullah mengikuti jejak ayah angkatnya untuk masuk ke sekolah kedokteran di Jakarta. Setelah lulus dari Jakarta ia meneruskan kuliahnya di belanda. Setelah menetap disana, entah mengapa Abdullah tiba-tiba banting setir ke seni lukis dan masuk sekolah seni rupa. Sepulangnya di Indonesia Abdullah konsisten menggeluti profesinya sebagai pelukis. Ia sangat menyukai pemandangan, dimana ia sering menuangkan ke dalam lukisannya. Keputusan yang diambilnya sewaktu muda tidaklah sia-sia, berkat karya yang dihasilkannya ia dimasukkan dalam aliran yang dijuluki “Mooi Indie" atau Hindia Indah. Abdullah Suriosubroto sering dibicarakan melalui karya-karya lukis cat minyaknya sebagai hasil memandang alam dari jarak jauh dan bersifat romantik. Salah satu pelukis terkenal Indonesia ini lebih banyak menghabiskan waktunya di bandung agar dekat dengan pemandangan alam, sebelum akhirnya pindah ke Yogyakarta dan meninggal pada tahun 1941.


2. Affandi Koesoema (1907-1990)

Diantara para maestro dan legenda pelukis terkenal Indonesia, mungkin Affandi lah yang menggunakan teknik lukis paling aneh. Ia melukis tidak menggunakan kuas. Proses awal yang ia lakukan adalah menumpahkan cat-cat berwarna ke dalam kanvas, jika dilihat mungkin akan memberi kesan yang amburadul. Namun setelah itu Affandi akan menyikat warna-warna cat tersebut dengan jarinya hingga tahap finishing dengan hasil yang menawan. Affandi Koesoema termasuk seniman yang berumur panjang. Ia lahir di Cirebon pada tahun 1907 dan meninggal pada tahun 1990. Affandi digadang-gadang sebagai pelukis Indonesia yang paling terkenal di kancah dunia, berkat gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak mengadakan pameran tunggal di Amerika Serikat, Inggris, India dan Eropa. Ia juga dikenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati. Pernah pada suatu ketika, kritisi lukisan dari Barat menanyakan apa gerangan aliran-aliran lukisannya. Tanpa disangka ia malah balik bertanya dan meminta kritikus Barat tersebut untuk menjelaskan perihal aliran-aliran yang ada dalam lukisan. Namun, banyak orang yang menilainya jenius. Karena semasa hidupnya Affandi telah menghasilkan karya lebih dari 2000.


3. Agus Djaya (1913-1994)

Pelukis terkenal Indonesia ini lahir dari keluarga Bangsawan Banten pada tanggal 1 April 1913 dengan nama asli Raden Agus Djaja Suminta. Dengan latar belakang tersebut, tak heran ia mendapatkan pendidikan yang baik. Setelah menamatkan pendidikan di Indonesia, Agus Djaja melanjutkan belajar di Akademi Rijks (Academy of Fine Art) Amsterdam, Belanda. Selama berada di Eropa, ia sempat berkenalan dengan beberapa seniman besar dunia, diantaranya Pablo Picasso, Salvador Dali termasuk Ossip Zadkine, pematung Polandia yang terkenal. Sekembalinya ke Indonesia Agus Djaja mendirikan Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) sekaligus memimpinnya pada tahun 1938-1942 yang merupakan organisasi pertama seniman senirupa di Indonesia. Oleh sebab itu, Agus Djaja dinyatakan sebagai salah seorang cikal bakal seni lukis Indonesia. Setelah itu, ia direkomendasikan oleh Bung Karno untuk menjadi Ketua Pusat Kebudayaan Bagian Senirupa pada tahun 1942-1945. Selain menjadi pelukis, pada jaman revolusi kemerdekaan Agus Djaja aktif sebagai Kolonel Intel dan F.P (persiapan lapangan). Ia absen untuk tidak mengadakan pameran tunggal hampir selama 40 tahun karena peran dan kondisi bangsa pada saat itu. Setelah jaman revolusi telah usai, April pada tahun 1976 ia mengadakan pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Lebih dari 70 lukisan dipajangnya. Agus Djaja mempunyai ciri khas dengan warna biru dan merah yang terkesan memberi nuansa magis. Ia juga sering menuangkan objek wayang dalam setiap karyanya. Setelah lama malang melintang di Ibukota, akhirnya Agus Djaja memutuskan untuk pindah Bali. Di sana ia mendirikan galeri impian di tepi pantai Kuta.


4. Barli Sasmitawinata (1921-2007)

Barli Sasmitawinata merupakan seorang maestro seni lukis realis kebanggaan Indonesia. Ia lahir di Bandung pada 18 Maret 1921 dan meninggal di Bandung 8 Februari 2007. Barli mulai menggeluti dunia seni lukis di tahun 1935, saat kakak iparnya memintanya belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, pelukis asal Belgia yang sempat tinggal di Bandung. Belum puas mendapatkan ilmu dari Jos Pluimentz, ia kemudian belajar pada Luigi Nobili, pelukis asal Italia. Di studio ini Barli mulai berkenalan dengan Affandi. Perkenalan tersebut tidaklah menjadi angin lalu. Bersama Affandi, Hendra Gunawan, Soedarso dan Wahdi Sumanta. Barli Sasmitawinata mendirikan “kelompok Lima Bandung". Kelompok ini menjadikan hubungan mereka layaknya saudara. Kalau ada event melukis, mereka selalu bersama-sama. Hebatnya seorang Barli Sasmitawinata, ia tetap haus akan ilmu meskipun sudah memiliki ketenaran nama. Pada tahun 1950, ia melanjutkan pendidikannya di Academie de la Grande Chaumiere Paris, Perancis. Disusul di Rijksakademie van beeldende kunsten Amsterdam, Belanda pada tahun 1956. Barli juga dikenal sebagai pelukis terkenal Indonesia yang mementingkan pendidikan seni, untuk itu sepulang dari Belanda ia mendirikan Rangga Gempol di Dago, Bandung pada tahun 1958. Demi mengapresiasi sepak terjangnya yang panjang dalam hal seni lukis, pemerintah melalui presiden memberikan penghargaan Satyalancana kepada Barli Sasmitawinata pada tahun 2000.
5. Basuki Abdullah (1915-1993)

Basuki Abdullah merupakan pelukis potret yang terkenal di dunia. Ia lahir di Surakarta, 25 januari 1915 dan meninggal pada 5 November 1993. Pelukis terkenal indonesia yang beraliran realis dan naturalis ini pernah diangkat menjadi pelukis Istana Kerajaan Thailand pada tahun 1960-an dan pelukis resmi Istana Merdeka pada tahun 1974. Lebih dari itu, obsesinya yang mengejar kemiripan wajah dan bentuk membuat Basuki Abdullah disukai orang-orang kalangan atas. Berbagai negarawan dan istri mereka berlomba meminta agar dilukis olehnya, seperti Bung karno, Pangeran Philip dari Inggris, Pangeran Bernard dari Belanda, Sultan Brunei sampai kaum jetset seperti Nyonya Ratna Sari Dewi. Bakat melukis Basuki Abdullah terwarisi dari jiwa seni ayahnya, Abdullah Suriosubroto yang juga sebagai pelukis. Basuki Abdullah memulai pendidikannya di HIS Katolik dan Mulo Katolik Solo, Jawa Tengah. Kemudian ia mendapatkan beasiswa pada tahun 1933 untuk belajar di Academie Voor Beeldende Kunsten Den Haag, Belanda. Ia juga merupakan salah satu pelukis Indonesia yang mengharumkan nama bangsa, karena pada 6 September 1948, sewaktu penobatan Ratu Yuliana di Belanda Basuki berhasil mengalahkan 87 pelukis kaliber internasional dalam sebuah sayembara yang diadakan di Amsterdam. Selain di Indonesia, ia sering menyelenggarakan pameran tunggal di luar negeri, seperti Thailand, Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris dan Negara-negara lainnya. Bahkan tidak kurang dari 22 negera di dunia mengoleksi karyanya.


6. Delsy Syamsumar (1935-2001)

Multitalenta, kata itu sangatlah pantas untuk menggambarkan sosok pelukis terkenal Indonesia yang bernama Delsy Syamsumar. Ya, seniman yang digadang-gadang sebagai yang terbaik se Asia Tenggara ini tidak hanya memiliki bakat melukis saja, namun juga dikenal sebagai komikus, ilustrator, desainer dan lain sebagainya. Hal ini terbukti saat ia berhasil memenangkan penghargaan Art Director terbaik di Asia lewat film yang berjudul “Holiday in Bali” dengan sutradara H. Usman Ismail dalam sebuah Festival Film di Tokyo pada tahun 1962. Dalam jagad seni lukis, ia bukanlah orang sembarangan. Kerja keras, kedisiplinan dan ketekunannya menghasilkan karya bernilai tinggi yang bisa membuat banyak orang terpukau. Bahkan menjadikan Delsy Syamsumar sebagai satu-satunya pelukis Indonesia yang diberi predikat Litteratures Contemporaines L’ Azie du Sud Est dan II’exellent dessinateur oleh Lembaga Seni dan Sejarah Perancis melalui buku literatur seni dunia yang fenomenal, France Art Journal 1974. Delsy Syamsumar lahir di Medan pada tanggal 7 Mei 1935. Bakat seni yang beraliran Neo-Klasik ini sudah malai terlihat saat ia masih berusia 5 tahun. Beruntung ia bertemu dengan Wakidi, seorang pelukis ulung pada era Orde Lama. Dari pertemuan itulah Delsy Syamsumar memperdalam ilmu lukis sekaligus terus mengasah bakat yang dimilikinya. Pernah suatu ketika dalam suatu pameran, buah karyanya dicatat sebagai lukisan termahal bersamaan dengan pelukis kondang lainnya seperti Affandi dan Basuki Abdullah. Hal tersebut mengukuhkan Delsy Syamsumar tidak hanya sebagai pelukis terkenal Indonesia namun juga sebagai salah satu legenda yang ada. Delsy Syamsumar meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 2001 di Jakarta pada usia 66 tahun. Dan dengan demikian ia meninggalkan 9 orang anak yang sudah dikaruniakan Tuhan kepadanya.


7. Dullah 

Pelukis Dullah lahir di Solo, Jawa Tengah, 17 September 1919, ia dikenal sebagai seorang pelukis realis. Corak lukisannya realistik. Mempunyai kegemaran melukis portrait (wajah) dan komposisi-komposisi yang menampilkan banyak orang (group). Diakui, Dullah belajar melukis dari dua orang Gurunya yang sekaligus merupakan pelukis ternama, yaitu S. Sudjojono dan Affandi. Meskipun demikian corak lukisannya tidak pernah mempunyai persamaan dengan dua orang gurunya tersebut. Pernah dikenal sebagai pelukis istana selama 10 tahun sejak awal tahun 1950-an, dengan tugas merestorasi lukisan (memperbaiki lukisan-lukisan yang rusak) dan menjadi bagian dalam penyusunan buku koleksi lukisan Presiden Soekarno. Dullah juga dikenal sebagai pelukis revolusi, karena dalam karya-karyanya banyak menyajikan lukisan dengan tema-tema perjuangan selama masa mempertahankan kemerdekaan. Pada waktu perang kemerdekaan II, saat Yogyakarta diduduki oleh tentara Belanda pada 19 Desember 1949 hingga 29 Juni 1950, Dullah memimpin anak didiknya yang masih belum berumur 17 tahun untuk melukis langsung peristiwa-peristiwa selama pendudukan Yogyakarta sebagai usaha pendokumentasian sejarah perjuangan bangsa. Lukisan-lukisan yang dihasilkan ketika itu diulas di surat-surat kabar, bahkan oleh Affandi dinilai sebagai karya satu-satunya di dunia. 


8. Hendra Gunawan

Hendra Gunawan lahir di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1918, dan Wafat di Denpasar, Bali. 17 Juli 1983. Hendra Gunawan adalah seorang pelukis, penyair, pematung dan pejuang gerilya. Selama masa mudanya ia bergabung dengan tentara pelajar dan merupakan anggota aktif dari Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) dan organisasi yang dipimpin oleh Sukarno dan lain-lain. Ia juga aktif dalam Persagi (Asosiasi Pelukis Indonesia, sebuah organisasi yang didirikan oleh S. Soedjojono dan Agus Djaya pada tahun 1938. Hendra Gunawan memiliki komitmen dalam pandangan politiknya, mengabdikan hidupnya untuk memerangi kemiskinan, ketidak adilan dan kolonialisme. Dia dipenjara di Kebon Waru atas keterlibatannya di Institut Budaya Populer (Lekra), sebuah organisasi budaya yang berafiliasi dengan komunis sekarang sudah tidak berfungsi, Partai Indonesia (PKI). Penahanan Hendra Gunawan selama 13 Tahun dimulai pada tahun 1965 hingga tahun 1978. Selama di dalam penjara beliau tetap aktif berkarya membuat lukisan bertema tentang kehidupan masyarakat pedesaan pada jamanya, seperti: Panen Padi, berjualan buah, kehidupan nelayan, suasana panggung tari-tarian, dll. Hampir disemua Lukisanya berlatar belakang alam. Dengan talenta sebagai seorang Pelukis senior dan memiliki karakter karya Lukisan yang khas, menjadikan namanya masuk dalam daftar Pelukis Maestro Legendaris ternama Indonesia. Karakter Lukisan beliau sangat berani dengan ekspresi goresan cat tebal, dan ekspresi warna kontras apa adanya, karya Lukisanya banyak dikoleksi oleh para kolektor dalam negeri. Perjalanan Aliran Lukisan karya Hendra Gunawan pada awalnya adalah realism yang melukiskan tema-tema tentang perjuangan sebelum kemerdekaan, namun setelah era kemerdekaan, karya-karya lukisan ber metamorfosa kedalam aliran lukisan ekspresionism, tema-tema lukisanya tentang sisi-sisi kehidupan masyarakat pedesaan.


9. Henk Ngantung

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 1 Maret1921 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 1991 pada umur 70 tahun) adalah pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965. Henk merupakan seorang pelukis dan budayawan, ia juga memprakarsai berdirinya Sanggar Gotong Royong. Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut medirikan "Gelanggang". Henk juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958. Henk di angkat sebagai Gubernur Jakarta pada tahun 1964, ia dianggap memiliki bakat artistik sehingga diharapkan mampu untuk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk. Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Setelah tidak menjabat, Henk mengalami krisis finansial yang cukup parah sehingga ia harus menjual rumahnya di pusat kota dan kemudian pindah ke perkampungan. Meski demikian, kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an, dia melukis dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat ia dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputra memberanikan diri mensponsori pameran pertama dan terakhir Henk, karya terakhir Henk adalah sebuah lukisan berjudul Ibu dan Anak.


10. Itji Tarmizi

Itji Tarmizi (lahir di Desa Tepi Selo, Lintau, Tanah Datar, Sumatera Barat, 21 Juli 1939 – meninggal di Jakarta, 27 November 2001 pada umur 62 tahun) adalah seorang seniman senirupa Indonesia. Lukisan Itji Tarmizi beraliran realisme-sosialis, bahkan dia dianggap salah satu maestro di aliran itu. Dia adalah salah satu pelukis pada zaman orde lama periode 1950-1960-an, di mana pada masa itu tengah berlangsung sosialisme yang gegap gempita. Salah satu pelukis kesayangan Soekarno dan Mohammad Hatta itu dianggap sebagai satu mata rantai yang hilang dalam jagad senirupa Indonesia. Mata rantai itu adalah karya-karya senirupa periode 1950-1960-an yang belum dikenal secara luas karena berada ditangan para kolektor. Beberapa karya lukis Itji Tarmizi yang memvisualkan kehidupan kaum papa, objek-objek manusia yang bekerja keras untuk kelangsungan hidup, antara lain "Perkampungan Nelayan", "Lelang Ikan", "Potret Pribadi", "Melepas Gembala Kerbau" dan lain-lain. Pada masa orde baru dia menghindar dari publisitas karena lukisan-lukisannya yang kritis terhadap ketidak-adilan dalam kehidupan sosial masyarakat. Perubahan rezim telah menenggelamkan namanya sehingga tak sepopuler teman-teman seangkatannya. Sejak tahun 1975, dalam kesunyiannya di kampung halaman dia tak pernah berhenti berkarya. Setelah tumbangnya orde baru dan berganti orde reformasi, Itji kembali muncul di Jakarta dan berkiprah lagi didunia senirupa. Namun tak lama kemudian, pada tanggal 27 November 2001 dia meninggal dunia dan dimakamkan di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

No comments:

Post a Comment