Pada dasarnya, apresiasi seni budaya dibagi berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan pendekatannya dan berdasarkan tingkatannya. Berdasarkan pendekatannya, apresiasi terbagi menjadi dua, yaitu apresiasi pasif dan apresiasi aktif. Sementara iłu, menurut tingkatannya, apresiasi terbagi menjadi tiga, yaitu apresiasi empatik, apresiasi estetik, dan apresiasi kritik.
1. Jenis Apresiasi Menurut Pendekatannya
Apresiasi menurut pendekatannya bermakna kegiatan apresiasi yang dilakukan dengan beberapa metode. Metode atau pendekatan yang diterapkan oleh setiap orang ketika melakukan apresiasi seni budaya berbeda satu sama lain. Ada Yang melakukan apresiasi secara pasif, ada juga yang melakukan apresiasi secara aktif.
a. Apresiasi pasif, yaitu kegiatan apresiasi yang bersifat sertamerta dan tidak melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap bentuk karya seni yang diamati.-Kegiatan apresiasi pasif umumnya dilakukan oleh masyarakat awam yang tidak terlalu "melek" seni, atau tidak memahami seni secara mendalam. Apresiasi pasif ditunjukkan melalui penilaian bagus tidaknya suatu karya seni setelah mencerap suatu karya seni menggunakan pancaindra. Contohnya, seseorang yang menonton pertunjukan Reog Ponorogo menganggap bahwa pertunjukan tersebut sangat menarik dan indah, mulai dari tarian, kostum, hingga musik pengiringnya. Namun, seusai menonton, ia tidak mencari informasi lebih lanjut mengenai pertunjukan tersebut, misalnya informasi mengenai sejarah ataupun seluk-beluk penyusun pertunjukan tersebut. Sikap yang demikian menunjukkan adanya apresiasi pasif.
b. Apresiasi aktif, yaitu kegiatan apresiasi yang ditunjukkan secara mendalam, termasuk setelah menilai suatu bentuk dan hasil karya seni secara pasif/apresiasi pasif. Berbeda dengan apresiasi pasif, seseorang yang melakukan apresiasi aktif akan mencari informasi lebih lanjut mengenai bentuk karya seni yang baru saja ia nikmati. Apresiasi aktif juga menunjukkan tingginya minat seseorang terhadap suatu bentuk karya seni yang dihasilkan seniman.
Apresiasi aktif kemudian melahirkan dua hal, yakni pendekatan aplikatif dan pendekatan kesejarahan.
1) Pendekatan aplikatif
Apresiasi aktif dengan pendekatan aplikatif dapat dimaknai sebagai upaya yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan apresiasi dengan cara terjun langsung bentuk seni yang ia sukai.s Contohnya, seseorang yang menyukai seni lukis akan mempelajari cara melukis, seseorang yang menyukai seni tari akan bergabung dengan sanggar seni tari, dan seseorang yang menyukai seni peran akan bergabung dengan kelas akting atau grup teater untuk mengasah kemampuan beraktingnya.
Pendekatan aplikatif juga dapat dilakukan seseorang dengan mencari tahu tentang cara mempelajari suatu bentuk seni budaya melalui berbagai media, seperti buku atau internet, atau dengan mendatangi studio, sanggar, dan galeri seni. Contohnya, seseorang yang terpesona dan tertarik untuk mempelajari tari gambyong secara otodidak dapat mempelajari tentang cara menari gambyong dengan mengakses situs penyedia video di internet. Begitu pula dengan mendatangi studio, sanggar, dan galeri seni. Dengan mendatangi tempat-tempat tersebut, seseorang berkesempatan untuk melihat lebih dekat mengenai teknik, bahan, dan unsur-unsur penciptaan suatu bentuk karya seni. Contohnya, dengan mengunjungi studio lukis, seseorang dapat melihat alat, bahan, dan teknik yang digunakan untuk melukis serta melihat bagaimana hasil akhir lukisan.
Sumber: flickr.com Gambar 6.2 Mengikuti kelas membatik merupakan contoh apresiasi dengan pendekatan aplikatif.
Pendekatan aplikatif juga dapat disebut sebagai praktik berkarya. Melalui praktik berkarya, seseorang akan merasakan langsung pengalaman yang dirasakan oleh seniman yang karyanya ia nikmati sebelumnya. la dapat mempelajari teknik pembuatan, mempelajari alat dan bahan yang menjadi media pembuatan, mencari berbagai alternatif untuk menciptakan, serta mengalami suka-duka dalam menciptakan suatu karya. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan aplikatif akan mendorong seseorang untuk memberikan apresiasi tinggi terhadap suatu bentuk seni budaya.
2) Pendekatan Kesejarahan
Apresiasi dengan pendekatan kesejarahan dapat dimaknai sebagai upaya apresiasi yang dilakukan seseorang dengan cara menelusuri asal-usul dan sisi sejarah dari suatu bentuk karya seni. Pendekatan kesejqrahan juga dikenal sebagai penelusuran riwayat. Pendekatan kesejarahan dapat dilakukan dengan banyak cara, di antaranya dengan mencari informasi pada sumber tertulis dan internet serta bertanya langsung kepada pihak-pihak yang dirasa cukup kompeten dan memiliki pengetahuan terkait karya seni yang bersangkutan. Pihak-pihak tersebut dapat berupa seniman, para tetua, hingga keluarga. Contohnya, seseorang yang tertarik dengan asal-usul sejarah pertunjukan lenong dapat mencari informasi dengan membaca buku, mencari informasi di internet, bertanya kepada keluarga yang memiliki pengetahuan tentang lenong, atau bertanya langsung kepada seniman lenong.
Penelusuran kesejarahan semacam ini tidak cukup dilakukan hanya dengan mendatangi studio, sanggar, galeri seni, ataupun museum. Diperlukan dedikasi, kesabaran, dan kemauan tinggi untuk melakukan pendekatan kesejarahan agar mendapatkan informasi tentang suatu bentuk seni secara komprehensif. Tanpa adanya dedikasi, kesabaran, dan kemauan, informasi yang diperoleh akan tidak lengkap sehingga pemahaman dan apresiasi terhadap bentuk seni yang bersangkutan tidak maksimal.
2. Jenis Apresiasi Menurut Tingkatannya
Menurut tingkatannya, apresiasi seni terbagi menjadi tiga,s Yakni apresiasi empatik, apresiasi estetis, dan apresiasi kritik. Pembagian apresiasi berdasarkan tingkatannya ini sesuai dengan Pendapat Brent G. Wilson yang menyebutkan bahwa apresiasi mengandung tiga konteks utama, yakni feeling (perasaan, berkaitan dengan apresiasi empatik dan estetis), valuing (Penilaian, berkaitan dengan apresiasi kritik), dan emphatizing (empati, berkaitan dengan apresiasi empatik).
a. Apresiasi empatik
Apresiasi empatik dapat dimaknai sebagai upaya penilaian berdasarkan unsur-unsur cerapan/tangkapan pancaindra. Selain melibatkan pancaindra, apresiasi empatik juga berkaitan dengan pemikiran dan perasaan seseorang. Hasil dari tangkapan pancaindra akan memengaruhi pikiran dan perasaan seseorang sehingga orang tersebut dapat memberikan penilaian baik tidaknya suatu bentuk seni yang sedang ia nikmati. Contoh dari apresiasi empatik adalah seseorang yang terkagum-kagum saat melihat pertunjukan wayang orang yang diiringi dengan alunan musik gamelan. Perasaan kagum tersebut muncul akibat keindahan yang ia tangkap melalui mata (pertunjukan wayang orang) dan telinga (alunan suara gamelan). Rasa kagum dan senang saat menonton pertunjukan tersebut akan membuat dirinya menilai bahwa pertunjukan wayang orang adalah pertunjukan yang bagus dan menarik.
b. Apresiasi estetis
Apresiasi estetis dapat dimaknai sebagai upaya penilaian terhadap suatu bentuk karya seni melalui pengamatan dan penghayatan. Berbeda dengan apresiasi empatik yang terbatas pada tangkapan pancaindra, apresiasi estetis mengeksplorasi unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dari suatu karya seni. Contoh unsur intrinsik dan ekstrinsik tersebut meliputi bentuk, tampilan, isi, hingga hal-hal yang melatarbelakangi seniman dalam menciptakan karya tersebut. Melalui apresiasi estetis, seseorang akan merasakalj pengalaman keindahan yang tidak hanya berupa wujud (form), tetapi juga isi (substance).
6.3 Lukisan potret Bung Karno dan Bung Hatta karya Basoeki Abdullah.
Contoh dari apresiasi estetis adalah seseorang yang melakukan pengamatan dan penghayatan terhadap lukisan-lukisan potret realis karya Basoeki Abdullah. Ketika mengamati salah satu lukisan potret realis karya Basoeki Abdullah, misalnya potret Bung Hatta, ia akan mengamati bagaimana kemiripan antara lukisan tersebut dengan wajah asli Bung Hatta, media apa yang digunakan untuk membuat lukisan tersebut, warna yang digunakan, teknik pembuatan, hingga tujuan yang melatarbelakangi Basoeki Abdullah dalam menciptakan lukisan potret tersebut. Melalui pengamatan dan penghayatan, orang yang melakukan pendekatan tersebut akan memberikan apresiasi yang lebih tinggi dibandingkan apresiasi yang hanya berdasarkan tangkapan mata.
c. Apresiasi kritik
Apresiasi kritik dapat dimaknai sebagai upaya penilaian yang lebih kompleks dengan melibatkan beberapa kegiatan, seperti klasifikasi, deskripsi, tafsiran, analisis, evaluasi, dan kesimpulan.' Apresiasi kritik umumnya diberikan oleh orang-orang yang telah lama mendalami dan memiliki pengetahuan yang luas terkait suatu bidang seni, seperti kritikus seni. Apresiasi kritik tidak hanya terbatas pada penilaian bagus tidaknya suatu karya seni, tetapi juga pemberian masukan, saran, deskripsi, dan evaluasi terhadap karya seni tersebut. Artinya, apresiasi kritik lebih menekankan Sisi objektif dibandingkan Sisi subjektif saat melakukan penilaian. Dengan demikian, apresiasi kritik tidak hanya membawa pemahaman dan pengetahuan baru bagi diri sang kritikus ataupun penikmat seni, tetapi juga motivasi bagi seniman untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi di masa mendatang.
Contoh dari apresiasi kritik adalah seorang kritikus seni yang memberikan penilaian terhadap suatu pertunjukan teater. Saat menonton, kritikus akan melihat bagaimana mekanisme pertunjukan tersebut, mulai dari cara dan teknik berakting para pemain, dialog yang dibawakan, tata kostum dan tata rias para pemain, tata panggung dan tata cahaya, hingga musik yang mengiringi pertunjukan tersebut. Dengan memberi perhatian pada detail, kritikus seni dapat memberikan penilaian terhadap pertunjukan tersebut. Jika ia menemukan kekurangan, misalnya dialog yang terlalu panjang dan membosankan penonton atau banyaknya blocking yang dilakukan para pemain, ia akan memberikan kritik dan masukan kepada para pelaku pertunjukan tersebut agar kesalahan yang sama tidak terulang di kemudian hari.
Sumber : Sugiyanto, dkk. 2017. Seni Budaya untuk SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Erlangga.