Seni
tidak lepas peranannya dalam kehidupan manusia, sebab manusia membutuhkan
keindahan sedangkan keindahan itu di peroleh dari seni. Perwujudan keindahan
melalui seni inilah yang merupakan bentuk atau ungkapan yang selalu hadir dan
berperan dalam perkembangan setiap kelompok atau lapisan masyarakat. Namun
citarasa keindahan yang dimiliki setiap kelompok masyarakat cenderung tidak
sama, hal ini disebabkan oleh perbedaan dasar-dasar nilai pandangan hidup yang
telah diyakini kebenarannya. Maka sesuatu itu disebut indah jika berada dalam
kawasan dan mencerminkan suatu nilai.
Banyak
para filsuf yang mempersoalkan tentang hakikat keindahan, namun yang mereka
ungkapkan senantiasa berbeda satu sama lain sesuai dengan dasar-dasar nilai
pandangan hidup masing-masing. Berkaitan dengan hal ini seorang filsuf Islam
yakni Al-Ghazali menjelaskan tentang pemahaman keindahan . Ia menggunakan
konsep ajaran Islam dalam merenungi keindahan secara kritis.
Di dalam agama
Islam konsep beribadah mengandung arti yang sangat luas, hal ini bermakna bahwa
segala kegiatan yang mencerminkan sikap tunduk pada Allah atau yang diridhoi
atau disukaiNya adalah ibadah. Sumber dari ajaran Islam adalah kitab suci Al-Qur’an
dan Hadist, dalam hadist Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan Dia
menyukai keindahan” Sehingga dapat dikatakan bahwa Allah adalah dzat yang
memiliki sifat indah, berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik pengertian
bahwa Islam sangat memperhatikan masalah keindahan.
Sifat indah dalam agama Islam
memiliki nilai intrinsik yaitu bentuk keindahannya sendiri dan nilai ekstrinsik
yaitu manfaat lain untuk kehidupan makhluk yang menikmatinya. Segala sesuatu
yang indah itu tidaklah pernah sia-sia, dan Islam tidak menghendaki suatu
keindahan yang sia-sia atau memiliki sifat merusak. Oleh karena itu nilai atau
sifat keindahan yang di ekspresikan oleh manusia haruslah mengekspresikan nilai
ibadah dan hal ini berhukum mubh (boleh). Namun dapat berubah menjadi haram
ketika menimbulkan ketidak ridhoan Allah bahkan yang dapat berdampak negatif bagi
pembentukan akhlak.
Dalam mewujudkan keindahan merupakan
hikmah tersendiri bagi umat, hikmah tersebut adalah terciptanya peluang
pengembangan kreatifitas manusia dalam berkarya. Pentingnya pengembangan
kreativitas ini juga tersirat dalam Al-Quran agar manusia menggunakan akal
pikirannya dalam mempelajari kehidupan ini.
Al-Ghazali
Al-Ghazali lahir pada awal tahun 450 Hijriah
atau 1059 Masehi di daerah Thus Khurosan Persia. Ia adalah seorang ulama, ahli
ushul figh, sufi, sekaligus filsuf besar dengan buku-bukunya yang sangat banyak
dan terkenal. Al-Ghazali selalu belajar secara kritis dan ia tidak puas dengan
apa yang dipelajarinya, sehingga pada ahir kesimpulannya ia menyatakan bahwa kehidupan utama dan bahagia adalah
ma’riat kepada Allah, beribadah kepada Allah dan cinta kepasa Allah.
Semboyan misi Al-Ghazali yaitu kehidupan adalah cinta dan ibadah.
Barang siapa taat kepada Allah ia akan merdeka dan bahagia, orang-orang yang
jahat taat karena takut tetapi orang-orang saleh taat justru karena cinta.
Keindahan Islam dalam Perspektif Al-Ghazali
Pandangan-pandangan
dan gagasan-gagasan Al-Ghazali tentang keindahan dikemukakan melalui buku Ihya
Ulumiddin, Ettinghausen, dan encyclopedia of The World Art trjemahan Kadir.
Menurutnya cinta terhadap Allah merupakan tujuan ahir dari semua tahapan, sebab
segala sesuatu yang indah itu dicintai karena keindahan memberikan keenangan.
Sedangakn keindahan suatu objek terletak pada perwujudan kesempurnaan yang
dapat dilihat dan sesuai dengan fitrahnya. Disamping panca indra yang dipakai
sebagai alat untuk menerima keindahan terebut ada indra keenam yaitu jiwa (ruh, hati, akal, cahaya) yang dapat
merasakan keindahan dunia dalam bersifat rohani, moral dan nilai keagamaan.
Dari penjelasan Al-Ghazali terdapat
dua sifat keindahan yaitu keindahan bentuk luar atau fisik (berdasarkan visi
luar atau pancaindra) dan keindahan bentuk dalam atau hakiki (berdasarkan visi
jiwa atau indra ke-enam) yang hanya dapat ditangkap oleh matahati dan cahaya
visi dalam manusia. Namun visi dalam lebih kuat dari visi luar. Keindahan dalam
atau yang hakiki bagi orang yang bertaqwa menurut Al-Ghazali terletak pada tiga
prinsip: pertama pengetahuan(bentuk pengetahuan yang paling mulia adalah
pengetahuan tentang Allah), kedua daya kesanggupan yang menuntun diri sendiri
dan orang lain kearah kehidupan yang lebih baik dan menegakkan perintah agama,
ketiga kemulyaan yang dapat mengatasi kesalahan dan kekurangan seta
kecenderungan jahat. Karena ketiga prinsip tersebut hanya dapat ditemui secara
sempurna pada Allah maka ungkapan keindahan atau hakiki seorang seniman yang
sempurna mengarah pada Allah. Maka timbulnya cinta termasuk keindahan hanya
apabila berkenaan dengan Allah. Terbukti bahwa keindahan perspektif Al-Ghazali
tidak mengabaiakan keindahan visi luar yang berdasar prinsip-prinsip estetis,
yakni harmoni, urutan, keserasian dan susunan keseluruhan.
Keindahan diperlukan bagi manusia untuk memperoleh
kehidupan yang bermakna, hal ini dapat dipenuhi melalui aktifitas berkesenian.
Keindahan yang diciptakan manusia ini harus mampu mengungkapkan secara fisik
ciri-ciri atau sifat-sifat harmoni dalam kebinekaan dan bineka dalam kesatuan
dan memberikan manfaat bagi pembentukan akhlak yang mulia. Pada kesimpulannya
keindahan adalah sesuatu yang dapat membangkitkan atau mengekspresikan rasa
cinta yakni cinta kepada Allah yang penting untuk mencapai kebahagiaan
No comments:
Post a Comment