Pada ahir lalu lembaga pandidikan sekolah diberlakukan Kurikulum 2004 yang lazim disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum ini menawarkan beberapa model pembelajaran yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Pembelajaran Berbasis Portofolio.
a. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Model CTL menurut Nurhadi (2002) adalah konsep belajar yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yaitu kostruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (learning community), permodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authenyic assessment). Selain itu menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Pada dasarnya model ini mengupayakan bagaimana kelas menjadi hidup, yaitu membrdayakan siswa atau berfokus pada siswa , kelas yang produktif dan menyenangkan.
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Ciri dari CTL yaitu menampilkan kelas yang penuh dengan pajangan, penuh tempelan karya siswa. Pada dinding nampak gambar karya siswa, peta(baik setak maupun buatan siswa sendiri), artikel, gambar tokoh idola, puisi, komentar, foto tokoh, diagram-diagram, dan lain-lain. Bahkan pada tempat lain seperti misal pada perpustakaan, aula, lorong kelaspun dapat menjadi pemanfaatan sumber-sumber belajar.
Pengembangan CTL dalam pembelajaran seni rupa
Guru dapat mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Melakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Menghadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Melakukan refleksi pada akhir pertemuan. Melakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
Pengembangan CTL dalam embelajaran seni rupa tidak sulit, karena pembelajaran seni rupa selama ini telah membiasakan siswa untuk memecahkan masalah sendiri sehingga siswa telah terlatih mengkonstruksi pengalaman belajarnya. Yang dipertimbangkan oleh guru adalah keikutsertaan siswa dalam penentuan tema atau fokus pembelajaran. Siswa diajak berdiskusi untuk menentukan tema karya yang akan dibuat, bahan yang digunakan, prosedur pembuatan, dan sebagainya. Guru harus dapat menkondisikan siswa agar menyampaikan pertanyaan, memecahkan masalah melalui penyelidikan. Guru juga dapat mefasilitasi siswa dengan pengharagaan agar siswa lebih termotivasi. Menurut Slavin motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memendu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus menerus. Dalam pengertian ini intensitas dan arah motivasi dapat bervariasi. Apabila anak melihat sesuatu dan tertarik padanya, mendengar sesuatu yang baru dan mendengar suara secara seksama,menyentuh sesuatu yang tidak diharapkan dan menarik tangan dari padanya. Contohnya guru dapat menceritakan tentang betapa menariknya membuat karya kerajinan keramin ataupun yang lain, semua itu merupakan pengalaman yang merangsang. Kemudian siswa dibawa dalam kelas yang menyenagkan dalam kelompoknya, salah satunya bentuk belajar sambil bermain. Apapun kualitasnya,stimulus yang unik akan menarik perhatian setiap siswa.
Dalam model pembelajaran CTL siswa dapat meraih sumber informasi dan imaginasi serta mendapatkan wahana apresiasi melalui pemanfaatan kelas sebagai tempat pajangan karya gambar, lukis, patung dan sebagaimya. Sedangkan evaluasi dilakukan dalam aspek proses dan hasil, aspek proses meliputi kesungguhan dalam belajar, partisipasi dan cataaan yang dibuat oleh siswa dan aspek hasil menekankan pada kualitas karya atau produk belajar sebagai implikasi dari proses belajar.
b. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio
Model pembelajaran portofolio dilatarbelakangi oleh penilaian berbasis portofolio, artinya kemampuan siswa dalam pembelajaran dapt diharapkan dapt terekam dalam portofolio. Prnilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan atas sejumlah kemampuan siswa terpilih baik aspek kognnitif, afektif maupun dalam rentang waktu tertentu yanag terkumpul dalam satu kesatuan.
Budimansyah (2002) menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis portofolio merupaka salah satu bentuk dari praktik pembelajaran, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa memahami teori secara mendalam melalui pengalaman praktik empirik, sehingga dapat mendorong kompetensi, tanggung jawab dan partisipasi siswa, belajar mempengaruhi kebijakan umum (public policy), memberanikan diri untuk berperan serta dalam kegiatan antarsiswa, antarsekolah, dan antaranggota masyarakat. Model pembelajaran berbasis portofolio dibangun oleh landasan tentang pemikiran (1) empat pilar pendidikan yang meliputi prinsip learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together. Sementara prinsip dasarnya adalah (1) belajar siswa aktif; (2) Kelompok Belajar Kooperatif; (3) pembelajaran partisipatorik; dan (4) reactive teaching.
Langkah-langkah penggunaan model pembelajran berbasis portofolio yaitu (1) mengidentifikasi masalah; (2) memilih masalah untuk kajian kelas; (3) mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji oleh kelas; (4) mengembangkan portofolio kelas; (5) penyajian portofolio; (6) penilaian portofolio; dan (7) refleksi portofolio.
Model yang dikemukakan oleh Bidiansyah adalah bentuk pembelajaran unitnya kelas, dalam satu kelas menghasikan satu portofolio. Shingga model in cocok diterapkan dalam pembelajaran seni rupa dengan materi yang cocok adalah materi yang berkaitan dengan kajian ataua apresiasi. Materi yang berkaitan dengan bahasan jenis-jenis karya, media, dan sejarah seni rupa. Sedangkan untuk pembelajaran praktikum atau kreatif perlu adanya elaborasi, yang dilakukan adalah mengenai pengelolaan kelas. Unit kelas dibagi lagi ke dalam unit-unit lagi, dan setiap unit mengembangkan portofolio yang diharapkan. Jika dalam pembelajaran seni rupa maka akanmenekankan penggunaan kerja kel
No comments:
Post a Comment