Apresiasi
terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa terapan Nusantara
Pengertian apresiasi
Sikap
apresiasi merupakan sikap menghargai suatu karya seni secara kritis sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berkaitan.
Kaidah-kaidah Apresiasi
Sikap
apresiasi perlu dilandasai kaidah-kaidah dari seni yang diapresiasi agar
menjadi bersifat objektif.
Kaidah-kaidah
tersebut terdiri dari kaidah teknis yaitu mencangkup unsur-unsure seni rupa dan
prinsip-prinsip seni rupa, serta kaidah non teknis yang mencangkup sejarah,
filosofi, dan sebagainya.
Pengertian seni rupa
terapan Nusantara
Seni
terapan/seni pakai (applied art) adalah karya seni rupa yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan praktis. Contohnya yaitu seni arsitektur, keramik, baju,
sepatu dan sebagainya.
Nusantara
merupakan wilayah kesatuan negara republik Indonesia, sehingga seni rupa
terapan nusantara merupakan seni pakai yang terdapat di daerah-daerah
Nusantara.
(Daerah
Nusantara dalam konteks luar daerah setempat)
Contoh beberapa daerah
Nusantara yang terdapat karya seni rupa terapan beserta seni terapannya:
1. Tana
Toraja
Seni
arsitektur pada bangunan rumah Toraja yang unik dan menarik sebab bentuk dan
ragam hias khas milik Toraja.
Seni
kerajinan berupa pernak-pernik kalung dan aksesoris sebagai perlengkapan baju
adat Toraja
Seni
Tenun Toraja
Keistimewaan
kain tenun Toraja adalah corak dan warnanya yang khas, berbeda dari kain tenun
dari daerah lain di Indoneisa. Selain itu, bahan kainnya kuat namun tetap halus
dan indah.
Pengrajinnya
banyak ditemui di Tanah Toraja bagian Utara. Sampai sekarang para pengrajin
tenun Toraja masih menggunakan alat tenun yang tradisional.
Alat tenun
yang dipakai terbuat dari bahan kayu dan batang bambu. Selain pengrajin tenun,
di Toraja Utara juga banyak terdapat pengrajin pemintal benang. Alat
pintal benang yang digunakan juga masih tradisional terbuat dari bahan kayu.
Kain
tenun Toraja yang sudah jadi dapat dibuat menjadi beragam kerajinan seperti
baju, kain, tas, taplak meja, dan lain sebagainya.
Kain
tenun Toraja dapat dikenali dari motif, warna dan tekstur kainnya. Motif yang
sering dibuat adalah motif garis-garis vertikal, burung, dan bunga. Sedangkan
warna yang digunakan biasanya warna-warna gelap seperti hitam, cokelat, biru
tua, dan merah. Tekstur kainnya ada yang halus dan ada juga yang agak kasar.
upacara
adat dan panen
Kadang-kadang
kain tersebut diwariskan sebagai benda pusaka secara turun temurun di kalangan
keluarga. Kain yang diperoleh dengan cara barter ini hanya dimiliki oleh
kalangan bangsawan dan sebagainya.
Toraja
juga mengenal 4 warna dasar yang selalu ada di Tongkonan:
1.
Kuning perlambang kebesaran seperti matahari (akbar)
2.
Merah Perlambang darah atau kehidupan
3.
Putih perlambang kesucian
4.
Hitam perlambang Kedukaan
sumber: http://korantoraja.files.wordpress.com/2008/12/ukiran-toraja2.jpg
Sumba
NTT
Arsitektur
Rumah
adat orang Sumba merupakan rumah panggung dengan 3 fungsi.
Bagian paling atas yaitu pada atap berfunsi sebagai
lumbung (biasanya jagung)dan juga untuk menyimpan benda-benda pusaka. Bagian tengah sebagai rumah tinggal
sedangakan bagian bawah lantai digunakan sebagai
kandang ternak. Pada rumah kepala suku yang kami
datangi mempunyai koleksi tanduk kerbau yang cukup banyak. Tanduk kerbau disini fungsinya tidak jauh beda dengan di daerah
Toraja yaitu sebagai lambang status sosial di masyarakat.
Bangunan ini mempunyai 4 tiang utama. Tiang ini
menggunakan kayu yang cukup besar bernama kayu “Masela“.
Tenun
Sumba
Bagian
terpenting dari perangkat pakaian adat Sumba terletak pada penutup badan berupa
lembar-lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau
untuk wanita. Dari kain-kain hinggi dan lau
tersebut, yang terbuat dalam teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti
dan hada terungkap berbagai perlambangan dalam konteks
sosial, ekonomi serta religi suku sumba. Busana
pria Sumba terdiri atas bagianbagian penutup kepala, penutup badan dan sejumlah
penunjangnya berupa perhiasan dan senjata tajam.
warna kain tenun Sumba juga sedikit
banyak dipengaruhi oleh lokasi. Di Sumba Timur, biasanya kain tenun berwarna
dasar hitam dengan motif berwarna, sementara di Sumba Barat, kain tenun
berwarna dasar biru tua dengan motif berwarna.
Pada masa yang lampau warna kain
Tenun Sumba terbatas pada warna-warna gelap seperti hitam, coklat dan merah tua
yang berasal dari zat warna nabati seperti tauk, mengkudu, kunyit dan tanaman
lainnya. Sementara untuk benang menggunakan warna putih, kuning langsat dan
merah maroon. Meskipun sudah mulai banyak memakai pewarna kimia yang lebih
tahan luntur, tahan sinar dan tahan gosok, namun beberapa pengrajin masih tetap
menggunakan zat warna nabati dalam proses pewarnaan benang sebagai konsumsi
adat, dan untuk ketahanan masih digunakan minyak dengan zat lilin.
Motif kain tenun Sumba, benar-benar
menjadi simbol dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Terbagi dalam motif
manusia, motif binatang, motif geometris dan motif kontemporer. Misalnya pada
motif binatang, ayam menjadi perlambang kehidupan wanita ketika berumah tangga.
Kuda menjadi lambing kekuatan dan kejantanan, sementara burung kakaktua yang
berkelompok menjadi lambang persatuan dan musyarawah dalam adat.
Pada suku atau daerah tertentu,
corak/motif binatang atau orang-orang lebih banyak ditonjolkan seperti Sumba
Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang, naga, singa, orang-orangan, pohon
tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor Tengah Selatan banyak menonjolkan
corak motif burung, cecak, buaya dan motif kaif. Bagi daerah-daerah lain corak
motif bunga-bunga atau daun-daun lebih ditonjolkan sedangkan corak motif
binatang hanya sebagai pemanisnya saja.
Motif tenunan hanya berdasarkan
imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal.
Keindahan kain
Tenun Sumba, tidak lepas dari teknik pembutan dan motif yang ditampilkan. Pada
pembuatan Hinggi, benang Lusi (warp) diikat untuk memperoleh desain gambar
ketika benang tersebut dicelup pewarna. Setelah proses pencelupan, kain
dikeringkan kemudian proses diteruskan dengan membuka kalita (tali ikatan) pada
pola yang diharapkan akan dicelup warna berikut. Dua warna pada sebuah kain
dengan motif tertentu dibentuk dengan cara mengubah posisi yang diikat.
Karena proses
pengikatan ini ketika pencelupan, larutan pewarna meresap sampai ke pinggir
benang yang terikat dan membuat warna menjadi sedikit membaur. Nah, ‘cacat’
inilah yang menjadi ciri khas motif ikat.
Tenun Ikat ; disebut tenun ikat
karena pembentukan motifnya melalui proses pengikatan benang. Berbeda dengan
daerah lain di Indonesia, untuk menghasilkan motif pada kain maka benang
pakannya yang diikat, sedangkan tenun ikat di Nusa Tenggara Timur, untuk
menghasilkan motif maka benang yang diikat adalah benang Lungsi.
sumber: http://ombani.blogdetik.com/2010/02/15/aneka-kain-tenun-timor/
Warna
yang ada juga bukan dari bahan kimia namun alami dengan menggunakan bahan baku
tumbuh-tumbuhan, seperti kunyit dan cabai. "Motif dibuat dengan
mengikat-ikat benang dan membentuk gambar tertentu, baru ditenun,"
katanya. Motif inilah yang membuat kain tenun sintang sangat menarik. Motif
yang dibuat menggambarkan kehidupan dan kepercayaan masyarakat Dayak, seperti
gambar dewa atau corak etnik kedaerahan.
No comments:
Post a Comment